Penyidik Tipikor Polrestabes Semarang akan memanggil sejumlah anggota DPRD Jateng. Di antaranya Ketua Komisi E DPRD Jateng Yoyok Sukawi.
"Dalam waktu dekat, kami akan panggil sejumlah staff Komisi E DPRD Jateng untuk diperiksa, Kepala Biro Bina Sosial, Ketua Komisi E DPRD Jateng (Yoyok Sukawi), dan lain-lain. Jika diperlukan juga akan memanggil Gubernur Jateng," kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Harryo Sugihhartono, Jum'at (22/3).
Dikatakan Harryo, mulai Senin (25/3) mendatang, pihaknya akan melakukan pemanggilan pertama ditujukan kepada staff komisi E DPRD Jateng Harry Triyadi. Harry diduga sebagai penghubung proposal yang diajukan Mario, mahasiswa Untag yang telah ditetapkan tersangka, ke Biro Bina Sosial.
Pihaknya juga akan memeriksa tim pengkaji proposal di Privinsi Jateng.
Menurut Harryo, proposal-proposal tersebut, seharusnya dikaji oleh tim pengkaji berdasarkan Peraturan Gubernur Jateng No 47 A tahun 2011, tentang tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan. Kemudian pertanggungjawaban, pelaporan, monitoring serta evaluasi. Sehingga pemberian hibah dan bantuan sosial bersumber dari APBD Jateng tersebut bisa dicairkan.
Selain itu, penyidik Polrestabes Semarang juga akan memeriksa pemilik rekening Bank BPD Jateng yang digunakan untuk mencairkan dana dari Biro Bina Sosial. "Semuanya ada 10 rekening dengan atas nama orang berbeda. Artinya, semuanya milik tersangka Mario, tapi digunakan untuk mencairkan dana Bansos oleh Mario," terangnya.
Dijelaskan, 10 proposal yang diajukan tersangka Mario Zuhfri (21), warga RT 3 RW 4, Kelurahan Bangunharjo, Semarang Tengah, dilakukan dengan cara dititipkan ke sebuah perusahaan di Jalan Ki Mangunsarkoro Semarang, milik A. Sukawijaya (Yoyok Sukawi). Proposal tersebut kemudian diajukan kepada Gubernur Jateng, melalui seorang staff Harry Triyadi.
Pengajuan 10 proposal tersebut dicairkan sekitar bulan April 2012, masing-masing proposal cair Rp 10 juta dengan total keseluruhan Rp 100 juta dicairkan tersangka Mario.
Namun, dari jumlah total Rp 100 juta tersebut, mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) itu mengaku hanya mendapat bagian Rp 10 juta. "Saya hanya dapat Rp 10 juta, lainnya saya ndak tahu," terang mahasiswa smester VI, Fakultas Ekonomi itu.
Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan penyidik Polrestabes Semarang, ditemukan 161 proposal masuk ke Dinas Sosial. Dari jumlah tersebut, 55 proposal telah menerima pencairan dana. Dari 55 proposal tersebut, terdapat 10 proposal merupakan milik tersangka Mario.
Modus korupsi ini dilakukan dengan cara membuat proposal berbagai kegiatan sosial fiktif. Mereka mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas). Terdapat sejumlah tanda tangan dan stempel berbagai pihak, mulai kelurahan, dan kecamatan, dipalsukan.
Tandatangan dan stempel palsu tersebut di antaranya atasnama Lurah Tandang, Lurah Sambiroto, Sendang Mulyo, Camat Semarang Selatan, Tembalang, serta stempel masing-masing institusi tersebut.
Selain itu, susunan kepanitiaan hingga laporan pertanggungjawaban fiktif. LPJ fiktif tersebut dilakukan dengan cara melampirkan dokumentasi kegiatan di tempat lain, serta membuat nota toko berikut stempel palsu. "Tersangka juga menyuruh orang lain membuka rekening bank, dengan alasan akan mendapat transfer dari temannya," imbuh Harryo.
Rekening bank penerima kucuran dana Bansos menggunakan rekening Bank Jateng cabang pembantu Pasar Gayamsari dan Cabang Pembantu Plaza Simpang Lima Semarang.
Menurut Harryo, sangat dimungkinkan adanya keterlibatan orang dalam dalam instansi dinas tersebut. Baik di Komisi E DPRD Jateng maupun di Dinas Sosial. "Kemungkinan tersangka bisa bertambah, kami sedang mencari 45 proposal lain, bila perlu penggeledahan di biro terkait," tandasnya.
Hasil sementara, dari 55 proposal, total dana yang telah dicairkan Rp 1, 231 miliar. Pihaknya baru berhasil mengidentifikasi Rp 100 juta proposal fiktif milik tersangka Mario. "Kami sudah melakukan kerjasama dengan BPKP untuk melakukan audit guna mengetahui berapa kerugian negara," katanya. (G-15/LSP)
by: red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar