Korban saat mengadu di Mapolrestabes Semarang |
SEMARANG- Raut ekspresi lelah bercampur geram tampak di wajah seorang nenek, istri pensiunan Provost Polwiltabes (sekarang Polrestabes-red) Siti Solichah (67). Ia mengaku puluhan tahun menjadi korban penganiayaan yang dilakukan mantan suaminya Suharyanto (68), pensiunan Polri warga Asabri Jatisari Mijen, Semarang yang sekarang bekerja sebagai kepala satpam di Mal Citraland.
Senin (4/11/2012), ibu enam anak ini mengadu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang. Ia nyaris putus asa lantaran laporan yang dilakukan tahun lalu tidak ditangani oleh pihak Polrestabes Semarang. Padahal korban telah melapor pada Senin 14 Maret 2011 sekitar pukul 13.40.
"Sejak tahun 1986, saya menjadi korban penganiayaan yang dilakukan Suharyanto. Hampir setiap saat saya dipukuli dan ditendang," ujar Solichah kepada wartawan di Mapolrestabes.
Namun karena saking lamanya tindak penganiayaan itu berlangsung, korban tidak mempunyai bukti luka di tubuh. Sehingga Solichah pada laporan bernomor LP/487/III/2011/jtg/Res Tbs menjerat terlapor dengan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
"Terakhir, perlakuan tidak manusiawi itu dilakukan Suharyanto pada Senin 21 Februari 2011, sekitar pukul 09.00 di kawasan Mal Citraland Semarang. Saat itu, saya bermaksud meminta kejelasan karena menelantarkan istri dan keenam anaknya. Tapi saya mendapat perlakuan kasar dan diseret di hadapan umum," ungkap wanita yang tinggal di Genuk RT 01/RW 02 Kelurahan Tambangan, Kecamatan Mijen, Kota Semarang itu.
Sedangkan perlakuan penganiayaan telah dilakukan Haryanto sejak korban hamil anak terakhir Nur Hidayah Asmarani, sekarang berumur 30 tahun. Selain menelantarkan istri dan keenam anak-anaknya, pensiunan Provost Polwiltabes Semarang itu sejak lama menjalin hubungan dengan wanita lain. "Bahkan pada tanggal 16 April 1986 silam, Haryanto bisa kawin lagi dengan perempuan bernama Rustiyatmi," katanya perih.
Pada waktu itu, Sholichah mengaku juga telah melaporkan kasus tersebut di Polwil Semarang pada bulan Maret 1986. Akan tetapi, laporan itu menguap begitu saja dan tidak ditangani. "Paska meninggalkan anak-istri, Suharyanto justru mengajukan tunjangan untuk diberikan kepada istri barunya. Sehingga anak-istrinya ditelantarkan. Saat dimintai tanggungjawab, Suharyanto justru mengancam dan main tangan," katanya.
Selain harga diri dicabik-cabik, Solichah juga mengaku mengalami kerugian materiil. Namun ia mengaku tak bisa menghitung secara rinci, karena berlangsung puluhan tahun. "Bahkan dulu saya yang membiayai Haryanto saat sekolah polisi," ujar wanita yang setelah dicampakkan suaminya berusaha memeras keringat dengan berjualan pakaian bekas itu.
Lebih lanjut Solichah menjelaskan, Suharyanto juga sempat mengambil surat nikah tanpa sepengetahuan korban. Surat nikah itu diambil untuk menceraikan korban.
Hingga petang kemarin, Solichah masih konsultasi dan meminta klarifikasi di ruang Reskrim Polrestabes Semarang. Sebagai warga negara yang berhak mendapatkan perlakuan hukum, ia menuntut keadilan agar laporannya segera ditangani. (G-15/LSP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar