Blogger Widgets

Inilah Cara Polisi Nguri-uri Budaya Jawa

Diposting Unknown jam 19.25
Grup Karawitan Bojong Laras saat melakukan latihan rutin di Mapolrestabes Semarang


SIAPA sangka, grup karawitan ini beranggotakan Polwan (polisi wanita). Mereka adalah anggota Polri di jajaran Polrestabes Semarang. Grup tersebut bernama “Bojong Laras”.

Bukan memegang peluit, tapi mik. Bukan kesan “sangar” tapi kelembutan. Mereka tengah melantunkan gending “Caping Gunung” di sela mengemban tugas sebagai abdi negara. Mereka juga tanpa beban bermain kelembutan dengan cara menabuh seperangkat alat gamelan.

Diakui atau tidak, era post modernisme seperti saat ini, budaya lokal semakin tergilas oleh kerata budaya kapitalisme. Tradisi-tradisi lokal pun kian hilang tenggelam ditelan zaman. Maka keberadaan grup karawitan Bojong Laras yang masih eksis di tengah gempuran budaya Barat ini patut diacungi jempol.

Pengurus Karawitan Bojong Laras Slamet mengatakan, Bojong Laras telah lahir sejak 21 tahun silam. Grup kesenian Jawa ini dirintis oleh senior Inspektur Intenden (Sekarang Kombes-red) Salempang pada tahun 1990. “Para pendahulu mendirikan grup ini sebagai upaya nguri-uri budaya Jawa ala polisi,” katanya.

Menurut Slamet, selain berkesenian, melalui Bojong Laras, sebagai media refreshing bagi para anggota polisi di sela-sela menjalankan tugas negara. “Di samping itu agar budaya jawa yang agung itu agar tak punah,” tandasnya baru-baru ini.

Dijelaskan, nama Bojong Laras sendiri mengandung arti yang cukup filosofis. Kata “Bojong” adalah nama Komando di Polrestabes, sedangkan “Laras” artinya kesesuaian, keselarasan dan keharmonisan. Ini merupakan manifestasi musik yang mampu menyatukan unsur berbeda. Sehingga makna itu menjadi sebuah kebaikan. “Coba kalau kita mendengarkan alunan gending jawa. Ada spiritualitas yang berbeda. Memahaminya terasa adem di hati lho,” ujarnya.

Ia mengakui, para anggota polisi kesehariannya menjadi abdi negara memang cukup melelahkan. Sebab dibutuhkan konsentrasi kerja dan tanggungjawab besar. Namun hal itu tetap dilaksanakan dengan ikhlas. Bahkan, adanya karawitan Bojong Laras bukan sekedar sebagai hiburan, namun juga mampu memediai polisi untuk berbudaya. “Kami merasa tidak terbebani, justru sangat menyenangi suasana yang akrab dan bersahaja,” ujarnya di sela-sela latihan yang biasa dilakukan setiap hari rabu siang, pukul 14.00 di Gedung lantai 2 SPKT Polrestabes Semarang.   

Namun ia juga mengaku tak gampang merawat keutuhan grup tersebut. Bojong Laras sempat mengalami pasang surut karena pergantian personil. Hingga pada awal 2011, grup ini perlahan bangkit. “Memang tak seluruh pengurus wanita, akan tetapi rata-rata personilnya didominasi polwan,” tambahnya.

Hingga saat ini tercatat 12 polwan, masing-masing Aiptu Sumiyati yang selalu setia menjadi penabuh Peking/Saron Penerus, Bripka Endang (penabuh Saron), Aiptu Warsi (penabuh Saron), Bripka Santi (penabuh Demung), Aipda Rusmini (penabuh Bonang), Bripka Ani (penabuh Bonang Penerus), Aiptu Sriyatmi (penabuh Gong), Briptu Mega (penabuh Kenong), Briptu Novida (penabuh Sletem), dan Aiptu Dhika (penabuh Waranggana).

Mereka berlatih di bawah pembinaan Kepala Bagian Sumber Daya (Kabag Sumda) Polrestabes Semarang , AKBP Dwi Nurwardani yang juga terlihat turut “unjuk gigi” nyinden langgam Jawa. “Untuk menjaga kualitas dan kemurnian seni karawitan, kami mengundang pelatih atau guru dari luar Polri,” tambahnya.

Adanya latihan rutin itu, membuat suasana kantor polisi ini menjadi mistis. Sebab, bunyi-bunyi khas nada pentatonik dari alat-alat gamelan itu cukup kontras dengan suasana kantor polisi sewajarnya. “Untuk ke depan, kami berharap peralatan bisa lebih lengkap, sehingga anggotanya juga tambah semangat,” pungkas Dwi. (Mughis/LSP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Korupsi


Siapa lagi? »

Peristiwa


Arsip Peristiwa »

Berita


Arsip Berita »

Modus


Arsip Modus »

Jeng-jeng


Arsip Jeng-jeng »

Kasus


Arsip Kasus »

Horor Kota


Arsip Horor Kota »

Kriminal


Arsip Kriminal »

Tradisi Budaya


Selanjutnya »

Politik Itu Kejam


Simak Selanjutnya? »

Komunitas Pembaca


*) Tulis peristiwa di sekitar Anda, kirimkan ke email redaksi kami: singautara79@gmail.com

Citizen Journalism


Siapa lagi yang nulis? »

Wong Kene


Arsip Wong Kene »