Oleh pelakunya, benda itu hanya untuk melakukan aksi teror atau menakut-nakuti masyarakat. "Dinyatakan bom itu jika ada unsur timer, triger, mekanik, switcher, detanator, sarana kontainer dan bahan peledak. Kalau ini kategorinya adalah rakitan bom. Switcher ada, bahan peledak ada, detanator ada. Namun setelah diurai tidak meledak," ungkap Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Bambang Rudi saat ditemui Lawang Sewu Pos di ruang kerjanya, Rabu (21/11).
Sehingga benda berbentuk tabung elpiji 3 kg--yang di sejumlah media disebut bom itu--dinyatakan bom prematur. Tabung tersebut berisi black powder (serbuk hitam) atau mesiu untuk peluru, amunisi, serbuk aluminium dan potasium sulfat.
"Setelah kami lakukan penelitian, 'bom' itu tidak memenuhi syarat. Dia (pelaku) tidak memelajari karakteristik alat yang digunakan. Baik ketebalan tabung, maupun ukuran ruangan serta ukuran isi bahan peledaknya. Dia (perakit) termasuk kategori pemula," ujar Bambang Rudi.
Komponen rangkaian tersebut tidak tertekstur untuk kategori bom. Sebab ruangannya bukan bom. "Jadi, benda tersebut hanya untuk menakut-nakuti atau teror saja. Ini bukan bom yang sebenarnya. Jika meledak, benda ini tidak berbahaya dan tidak menimbulkan korban jiwa, karena daya ledaknya rendah," tambahnya.
Polisi Buru Pelaku
Bambang Rudi menandaskan, pihaknya terus memburu pelaku teror yang meresahkan masyarakat itu. "Kami memberi back up tekhnis dengan membentuk tim khusus untuk melakukan pendampingan penyidik lokal dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Kami sudah melakukan identifikasi terhadap penemuan sidik jari, indikasi pembelian barang, nomor seri produk tabung gas, amunisi peluru dan lain-lain," kata Bambang.
Selain itu, Polda Jateng juga menerjunkan sejumlah intelijen, memback up identifikasi atau mengklasifikasikan bahwa pelaku termasuk jaringan-jaringan mana. "Kami masih melakukan pendalaman penyelidikan. Sepandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Sepandai-pandai teroris bersembunyi, pasti meninggalkan sidik jari," tandasnya.
Saat ditanya mengapa Kota Solo menjadi kota "langganan" isu teror bom? Bambang Rudi mengatakan, secara historis, doktrin terorisme tak lepas atau tersangkut paut dengan pemikiran tokoh pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.
"Pada waktu itu, pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terpusat di Madiun bergerak ke wilayah Jawa Tengah. Mereka berusaha membendung pergerakan itu di Solo. Namun dalam perkembangannya, doktrin mereka mengalami pergeseran," pungkas Bambang rudi. (Mughis/LSP)
by: red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar