Penyelewengan Dana Bansos, BPK Didesak Lakukan Audit
SEMARANG- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak segera melakukan audit atas dugaan penyelewengan dana hibah dan bansos Provinsi Jawa Tengah yang terdapat potensi korupsi sebesar Rp 65.872.680.000,00.
Komite Penyelidikan dan Pengawasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah bersama Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai bahwa proses penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jateng, khususnya dana hibah dan bantuan sosial Jateng sangat tertutup dan tidak transparan.
Koordinator Divisi Monitoring Kinerja Aparat Penegak Hukum KP2KKN Eko Haryanto mengatakan, hal tersebut mudah diselewengkan sebagai modal politik bagi incumbent dalam Pemilukada 2013. Pasalnya, dana hibah dan bantuan sosial banyak digelontorkan kepada lembaga-lembaga fiktif, lembaga-lembaga yang memiliki alamat sama serta mengalir ke organisasi yang dipimpin oleh politikus.
“Sebagian besar lembaga atau kelompok masyarakat penerima bantuan sosial Jateng tidak dicantumkan nama dan alamatnya. Sehingga sulit untuk diverifikasi,” kata Eko, Minggu (24/6).
Maka dari itu, lanjut Eko, BPK harus segera melakukan audit investigatif terhadap dugaan penyimpangan dana bansos dan hibah Jawa Tengah tahun 2012 sesuai dengan data penerima dana yang diuji petik.
Hasil uji petik terhadap penerima bansos dan hibah, bahwa hanya 11 LSM atau Ormas penerima Bansos, atau 0,05 dari sampel, yang sudah terdaftar di Kesbangpolinma. Sedangkan sisanya sebanyak 197 LSM dan Ormas atau 0,95 dari sample tidak terdaftar. Modusnya antara lain alamat domisili penerima bansos kurang lengkap, alamat domisili dihuni oleh banyak LSM dan Ormas atau banyak penerima. “Sehingga satu organisasi penerima bansos, menerima pencairan lebih dari satu,” tambahnya.
Pada tahun 2012 ini, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,245 triliun untuk hibah dan Rp 107,264 miliar untuk program bantuan sosial. Dana tersebut disalurkan kepada 6.220.204 organisasi dan forum yang dibentuk masyarakat maupun instansi negara. “Jumlah dana yang mereka terima bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 45 miliar,” katanya.
Kejanggalan aliran anggaran juga ditemukan pada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SMP/SMPLB se-Jawa Tengah yang tanpa keterangan dan tanpa alamat jelas, yakni hanya bufer senilai Rp 43, 9 miliar. “Selain itu, aliran dana hibah juga mengalir ke organisasi yang dipimpin politisi. Tentu saja sarat dengan konflik kepentingan,” katanya.
Organisasi yang dipimpin politisi tersebut antara lain; KNPI Provinsi Jateng yang diketuai oleh Novita Wijayanti, anggota DPRD Ketua Komisi C fraksi PDI Perjuangan Jateng sebesar Rp 11, 2 miliar; Karang Taruna, diketuai Slamet Efendi, anggota DPRD Jateng sebesar Rp 800 juta; Ikatan Penulis Keluarga Berencana, ketuanya Bambang Sadono, Wakil Ketua DPRD Jateng, menerima Rp 100 juta; Ormas Sapma Ketua Bambang Eko Purnomo, Anggota DPRD Jateng Komisi C fraksi Demokrat Rp 400 juta.
Organisasi milik politisi lain, masing-masing; GM FPPI Ketua Soemarmo, Walikota Semarang sebesar Rp 350 juta; PKK Jateng yang diketuai oleh Istri Gubernur menerima Rp 1 miliar; GM Kosgoro Ketua Sasmito, Anggota Komisi D DPRD Jateng Rp 250 juta; IMI Jateng Ketua Hendrar Priyadi, Wakil Walikota Semarang Rp 800 juta. HIPMI Ketua Dede Permana, Ketua Partai Nasdem Rp 350 juta. “Sehingga total keseluruhan dana ke organisasi yang dipimpin oleh politisi sebesar Rp 15,3 miliar,” beber Eko Haryanto.
Catatan KP2KKN dan ICW, sejak tahun 2009 sampai tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 28 kasus korupsi hibah dan bansos yang sedang dan sudah diproses oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati). Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 tercatat Rp 26, 8 miliar yang belum dipertanggungjawabkan. “Untuk itu, kami juga menuntut KPK melakukan proses hukum atas dugaan korupsi hibah-bansos Jateng tahun 2011,” pungkasnya. (gis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar