Pelanggaran HAM Semarang Rangking Satu
CUKUP mengagetkan, Kota Semarang yang terkesan adem ayem ternyata justru menduduki peringkat pertama atas terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Jateng. Selama tahun 2011, dari jumlah total 178 kasus pelanggaran HAM di Jateng, tercatat 113 kasus terjadi di Kota Semarang.
Demikian dicatat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang. Secara berurutan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Semarang, didominasi hak normatif buruh, penggusuran dan penggarukan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan rumah tinggal, bencana ekologi, hingga kasus pencemaran lingkungan.
"Ada tiga kota yang tercatat jumlah pelanggaran HAM dalam kategori besar, yakni Kabupaten Kendal, Kudus, dan Kabupaten Semarang," papar Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI LBH) Semarang, Slamet Haryanto, kemarin.
Dikatakannya, pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi di empat sektor, yakni sektor perburuhan, sektor pertanahan, sektor miskin perkotaan dan sektor lingkungan. "Hal itu menjadi fokus kami. Namun selain empat sektor itu juga terjadi pelanggaran HAM lainnya, meliputi pelanggaran hak-hak sipil politik (sipol) dan hak-hak ekonomi, hak sosial dan budaya,” tambah Slamet di kantornya, Jalan Jomblang Sari IV, Semarang.
Lebih lanjut Slamet menjelaskan, sektor perburuhan yang kerap terjadi di antaranya, pelanggaran atas hak-hak normatif buruh, kebebebasan berserikat dan kriminalisasi. Untuk Sektor Perkotaan meliputi razia dan penggarukan, penggusuran rumah tinggal hingga bencana ekologis.
"Sementara dalam sektor pertanahan dan Lingkungan, meliputi; pelanggaran hak atas lahan, hak atas pekerjaan, hak atas masalah perijinan dan pencemaran. Kemudian hingga kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat di sekitarnya," tambahnya.
Sementara menurut Kepala Divisi Tanah dan Lingkungan LBH Semarang, Asep Mufti mengatakan, di Kota Semarang, kasus-kasus pencemaran lingkungan yang berdampak pada warga yang tinggal di sekitarnya, hingga tahun 2011 di Semarang, belum terselesaikan. Dia mencontohkan, di daerah Banjir Kanal Barat akibat aktifitas proyek. "Hal ini merupakan bencana ekologis yang terjadi di Semarang," kata Asep.
Sepanjang tahun 2011, LBH Semarang memberikan bantuan hukum sebanyak 135 bantuan. Jumlah tersebut sedikit meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, yakni tahun 2009 tercatat 125 bantuan hukum dan tahun 2010 sebanyak 134 bantuan hukum.
“Bentuk bantuan yang diberikan berupa; konsultasi hukum, surat-menyurat, pembuatan berkas dan pendampingan secara langsung," kata Slamet Haryanto.
Sementara masalah hukum yang dihadapi cukup beragam, di antaranya masalah pidana, perkawinan atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perburuhan, pertanahan, pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, hak atas konsumen hingga perkara perdata.
"Kami mencatat terdapat 6.784 orang menerima manfaat layanan bantuan hukum struktural dan 1.436 orang penerima manfaat layanan bantuan hukum non struktural. Jumlah total masyarakat yang tidak mendapat akses bantuan hukum oleh negara sebanyak 8.220 orang,” paparnya.
Menurut Slamet, fakta tersebut menunjukkan bahwa negara belum memperhatikan hak atas bantuan hukum bagi warga negara. Tentu ini keadaan yang ironis. (abm)