Negara Tekor Rp 34,6 Miliar
KURUN waktu 2011, Kepolisian Daerah Jateng mencatat 86 pejabat dinyatakan menjadi tersangka korupsi. Hingga saat ini Polda telah menangani 78 kasus. Kerugian yang diakibatkan oleh ulah pejabat korup tersebut, negara tekor hingga Rp. 34.612.637.000.
Dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah tersebut naik sekitar 143 persen. Pasalnya, tahun 2010 hanya tercatat sebanyak 32 kasus dengan jumlah tersangka hanya 31 orang. Kerugian Negara tahun lalu mencapai Rp. 23.693.274.000.
“Sebanyak 78 kasus tersebut yang telah ditangani hingga tingkat penyidikan sebanyak 22 kasus, penelitian jaksa 23 kasus, dan yang sudah dilimpahkan ke penuntutan 30 kasus. Hingga saat ini ada tiga kasus yang dinyatakan dihentikan atau mendapat penerbitan Surat Perintah Penghentian penyidikan (SP3),” terang
Kapolda Jateng Irjen Didiek Sutomo Triwidodo, dalam diskusi "Peran Polri dalam Pemberantasan Korupsi" yang digelar Indonesia Police Watch (IPW) di Hotel Pandanaran, kemarin.
Dalam penanganannya, semua kasus tersebut ditangani polda dibantu 35 polres yang ada di Jateng. Menurut kapolda, pemberantasan korupsi di manapun memerlukan keterlibatan aktif seorang pimpinan lembaga. Sebab sebagus apapun penyidik tidak akan mampu menyelesaikan suatu kasus tanpa dukungan pimpinannya. "Di Polda Jateng misalnya, kalau saya bilang kasus berhenti ya berhenti, kalau saya bilang lanjutkan ya penyidik akan mematuhi. Makanya leader itu sangat penting," tegasnya.
Setiap instansi tentu saja membutuhkan sosok pemimpin tegas, bermoral dan profesional. Selain itu, ditekankannya membentuk hubungan yang sinergi. Dalam prosesnya dibutuhkan koordinasi, baik di lingkup internal Polda Jateng maupun dengan instansi lain terutama pemerintah daerah. “Sehingga komitmen untuk bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dapat terwujudkan,” kata kapolda.
Didiek juga menegaskan, dalam menindak kasus korupsi, kepolisian membutuhkan penyidik yang “raja tega” dalam konotasi yang baik. “Sebab, yang bakal dihadapi bisa jadi teman sendiri,” katanya.
Sementara Bupati Kudus, Mustofa yang juga menjadi narasumber dalam diskusi akhir tahun tersebut, setuju dengan apa yang diungkap kapolda. Menurutnya peran pemda dalam pemberantasan korupsi sangat penting melihat kondisi rasio jumlah polisi yang jauh dari ideal. Rasio ideal menurutnya 1 : 550 atau satu polisi untuk 550 penduduk.
Sementara yang ada baru 1 : 300. Dikatakannya, di Kudus sendiri, jumlah penduduknya sudah satu juta sedangkan polisinya hanya 800. Kebutuhan polisi di Kudus seharusnya 3300. Untuk itu di Kudus, pihaknya selalu bersinergi dengan polres setempat dalam setiap kegiatan. Ia mencontohkan bagaimana pemda memfasilitasi pembentukan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopinda) hingga tingkat kecamatan dan desa. Kemudian juga mengusahakan kendaraan dinas kapolres, penyediaan tanah pemda bagi pengembangan kantor kepolisian dan menyediakan fasilitas pemda untuk kegiatan-kegiatan kepolisian.
Wakil Ketua DPRD Bambang Sadono juga mengajukan beberapa rekomendasi. Menurutnya Polri harus fokus pada bidang yang tidak ditangani institusi lain, terutama penyelanggaraan keamanan, ketertiban, dan pelayanan masyarakat. "Di bidang tindak pidana korupsi, bisa fokus pada kasus-kasus yang tidak ditangani kejaksaan maupun KPK," jelasnya.
Sementara menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Polri harus menjadi leader dalam pemberantasan korupsi mengingat perannya yang sangat besar dalam pembentukan budaya dan mental masyarakat. Ia memberi contoh sederhana pada penerbitan surat izin mengemudi (SIM) yang banyak dilakukan dengan cara kolusi atau main sogok. "Yang tidak seharusnya dapat SIM akan dapat karena punya uang, hasilnya kecelakaan meningkat. Kalau polisi bisa korupsi, maka masyarakat akan mencontoh juga untuk korupsi," katanya.
Ungkapan sedikit berbeda diungkap Anggota Komisi Kepolisinan Nasional Erlyn Indarti yang menolak jika korupsi dikataka sebagai budaya. Menurutnya istilah itu harus dihapus karena memberi efek buruk bagi penggunanya. "Kalau budaya kan harus dilestarikan, tapi korupsi itu penyakit, harus diberantas," tandasnya. (abm)