Penyidik Polrestabes Semarang Dituding "Main"Kasus

SEMARANG- Kasus utang-piutang yang melibatkan antara jasa simpan pinjam dengan nasabah tak jarang berujung pidana. Seperti kasus perampasan motor nasabah yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Gunung Merbabu Jalan Menteri Supeno II/I Semarang.

Korbannya adalah seorang nasabah, Toni Cahyono (35), warga Jalan Mangga Dalam Selatan RT 07/RW 02 Kelurahan Srondol Wetan, Kota Semarang. Motor Suzuki Satria FU 150 SCD tahun 2010 Nopol H-2065-WG miliknya dirampas oleh pihak BPR Gunung Merbabu.

Atas hal itu, Kepala Cabang BPR Gunung Merbabu, Dewanto (45), dilaporkan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang atas dugaan tindak pidana perampasan.

Laporan perkara nomor: LP/B/313/II/2013/Jtg/Restabes, sudah 7 bulan dilaporkan, sejak Jum'at, 22 Februari 2013 lalu. Celakanya, kasus tersebut mandek alias tidak ditangani. Pihak korban menemukan sejumlah kejanggalan dan menuding kasus tersebut justru "dimainkan" oleh pihak penyidik Polrestabes Semarang.

"Terus terang saya kecewa sama penyidik Polrestabes Semarang. Kasus ini telah ditangani Unit Resum Polrestabes Semarang. Tapi sampai saat ini mandek. Saya sudah berkali-kali menanyakan terkait perkembangan kasus itu, tapi tidak ada respon. Dugaannya memang kasus itu 'dimainkan' oleh pihak penyidik." kata korban Toni Cahyono kepada wartawan, Senin (8/7).

Toni mendesak kepada pihak penyidik Polrestabes Semarang untuk menindaklanjuti kasus tersebut. "Jika masih tidak ditangani, saya akan melaporkan penyidik Polrestabes ke Propam Polda Jateng," tandasnya.

Kasus tersebut bermula saat korban melakukan transaksi utang-piutang di BPR Gunung Merbabu. "Awalnya saya pinjam uang Rp 9 juta dengan jaminan BPKB dua motor, yakni Yamaha Jupiter Z H-4901-QG dan Suzuki Spin CW H-3565-AV," terangnya.

Angsuran per-bulannya Rp 903 ribu selama 12 bulan. Korban mengaku baru membayar angsuran pertama. Pada angsuran berikutnya hingga ke empat, korban belum bisa melakukan pembayaran. "Benar, saya belum bisa membayar karena usaha jual-beli motor yang saya kelola mengalami kolep atau bangkrut. Saat itu, saya meminta waktu seminggu untuk melunasinya," ungkapnya.

Atas hal itu, Jum'at (15/2), sekitar pukul 14.30, korban dipanggil oleh pihak BPR Gunung Merbabu untuk membicarakan hal keterlambatan pembayaran angsuran tersebut. Saat menuju ke BPR itu, korban mengendarai motor Suzuki Satria FU 150 SCD tahun 2010 Nopol H-2065-WG.

"Di kantor BPR Gunung Merbabu, saya diminta menemui Kepala Cabang, Dewanto. Beberapa saat setelah terjadi perbincangan, Dewanto merampas kunci motor Satria yang saya taruh di meja," ungkap Toni.

Dewanto menuduh korban telah menggelapkan dua motor jaminan (Jupiter dan Spin). Saat itu dia mengancam bahwa Satria tersebut disita dan akan dikembalikan jika pihak korban membawa dua motor jaminan ke BPR.

"Motor ini saya kembalikan kalau dua motor (jaminan) itu dibawa ke sini. Nek kowe rak trimo laporke (polisi)--(kalau kamu tidak terima, silakan melapor polisi-red)," kata korban menirukan ucapan terlapor.

Atas hal itu, korban merasa kecewa karena diperlakukan tidak adil. "Itu bukan motor jaminan, kenapa disita? Dan dua motor jaminan masih berada di tempat saya. Saya meminta waktu seminggu, tapi tidak digubris," imbuhnya yang mengaku sudah 9 kali melakukan utang-piutang di BPR tersebut, dan baru kali ini mengalami masalah.

Perkara tersebut akhirnya dilaporkan ke Mapolrestabes Semarang atas dugaan tindak pidana perampasan sebagaimana Pasal 368 KUHP, Jo 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Korban melibatkan Kuasa hukum Rangkay Margana. Namun entah kenapa, dalam perkembangannya, kuasa hukum yang semula getol memperjuangkan demi tegaknya keadilan hukum dalam kasus tersebut--tiba-tiba 'bungkam' dan tidak mau ditemui. Pihak korban mencurigai telah terjadi 'deal-deal' antara pihak penyidik, pengacara korban, dan pihak terlapor. Sehingga kasus tersebut berhenti.

"Pihak penyidik berdalih, kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan karena tidak ada saksi," kata Toni.

Padahal, saksi-saksinya tak lain adalah sejumlah karyawan BPR Gunung Merbabu. "Kejadian itu disaksikan sejumlah karyawan BPR, tapi kenyataan mereka tidak mau bersaksi," katanya.

Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Harryo Sugihhartono mengatakan, dalam proses penyelidikan, kadang memang ditemu adanya kendala yang menghambat, diantaranya tidak ada atau tidak sinkronnya antara laporan korban dan keterangan saksi.

"Namun bukan serta merta proses penyelidikan berhenti. Masih berlanjut, jika kendalanya tidak ada saksi (orang lain-red), saksi korban kan ada," terangnya saat dikonfirmasi wartawan, Senin (08/7).

Harryo menegaskan, pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap penanganan kasus tersebut. "Nomor laporan korban sudah saya kirim ke anggota untuk melakukan pengecekan," ujarnya. (G-15/LSP)



Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar