Selain tuntutan pidana fisik, Karyono juga diwajibkan untuk membayar denda Rp 100 juta atau setara dengan tiga bulan kurungan jika kedapatan tidak membayar.
JPU Kejari Ambarawa juga membebaninya dengan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 373 juta. Jika kerugian negara tidak dibayarkan setelah satu bulan keputusan tetap, diganti dengan pidana badan 1,5 tahun dengan ketentuan menyita seluruh harta yang dimilikinya.
"Menuntut, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Melanggar dakwaan primair pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 Undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah ditambahkan dalam UU nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ancam Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Ambarawa, Sri Haryono di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (5/6)
Terdakwa dinilai melakukan korupsi secara bersama-sama dengan staf ahli Gubernur Jateng Priyanto Djarot Nugroho menjual tanah aset milik Pemprov Jateng seluas 32 ribu meter persegi yang terletak di Desa Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Awalnya, Djarot meminta bantuan pada Karyono untuk menjual tanah di tempat tersebut. Sebelum dijual, Djarot mengklaim tanah itu sebagai milik pribadi dan meyakinkan Karyono untuk layak dijual. Kesepakatan pun tercapai dengan imbalan perjanjian bagi-bagi hasil penjualan tanah.
Terdakwa lantas membuatkan surat Leter C atas kepemilikan tanah tersebut melalui Kepala Desa Nyatnyono yang seolah tanah itu milik Djarot. pada waktu pembuatan itu, tanah dibagi menjadi beberapa bagian, hingga akhinya sebagian dibeli oleh Selamet dan Hartono.
Sementara sisa tanah dimintakan pengajuan sertifikat BPN Kabupaten Semarang, yang saat itu di bawah M Thoriq. Diketahui kemudian, jika pengajuan sertifikat hak milik tanah Nyatnyono atas dasar Leter C adalah palsu alias fiktif.
"Atas pengajuan tersebut, kemudian ditindaklanjuti pengajuan dikabulkan oleh terdakwa M Thoriq (terdakwa lain, Red) selaku atas dasar rekomendasi dari terdakwa Yudi dan Wimbo tanpa melakukan pemeriksan terhadap keabsahan dokumen," tambahnya.
Sementara Wimbo maupun Yudi sebagai petugas pengukuran tanah yang ditugaskan BPN, ternyata tidak melakukan cek lapangan untuk mengetahui kasus letak tanah dan kebenaran keadaan tanah yang akan disertifikatkan. "Padahal hal itu penting untuk membuktikan tanah tersebut apakah milik karyono atau untuk orang lain," lanjutnya.
Berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng kerugian negara dalam perkara ini senilai Rp 2,527 miliar. Dari hasil jual beli tanah milik Pemprov Jateng tersebut Karyono terbukti menikmati uang Rp 373 juta.
Atas tuntutan ini, majelis hakim yang diketuai hakim Noor Ediyono mendunda sidang hingga pekan depan untuk memberi kesempatan kepada kuasa hukum untuk mengajukan pembelaan
Kasus Ruislag bermula saat tanah milik Pemprov Jateng yang luasnya 31.000 meter persegi di Nyatnyono itu ditukar dengan tanah seluas 42.000 meter persegi di wilayah Kalongan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Tanah di Kalongan itu kondisi dan nilainya tidak sesuai dengan tanah yang berada di Nyatnyono, yang kondisinya datar.
Kondisi tanah di Kalongan hanya 10.000 meter persegi saja. Sedangkan sisanya, seluas 32.000 meter persegi kondisinya berupa jurang dan tidak dapat digunakan. (zar/LSP)
by: red
Ini juga ada terjadi di desa kami bahkan dua kali lipat luasannya dari pada ini
BalasHapusJika ada yang mau bantu kami dari perbuatan pemerintahan yang zolim hubungi saya 081355799943
BalasHapus