Bibit Waluyo Dilaporkan KPK Terkait Dugaan Korupsi Hibah-Bansos
Diposting Unknown
jam 12.31
SEMARANG- Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (17/5).
Pelaporan tersebut menyusul atas dugaan penyelewengan dana Hibah dan Bantuan Sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Jateng tahun 2011. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat Rp 26,8 miliar misterius atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Orang nomor satu di Jateng yang juga nyalon Gubernur lagi ini dilaporkan oleh kelompok masyarakat yang mengaku bernaung dibawah lembaga Barisan Masyarakat Mahasiswa (BM).
"Ada dugaan korupsi anggaran Bansos dan Hibah tahun 2011 Pemprov Jawa Tengah. Hasil audit BPK tercatat ada sekitar Rp 26,8 miliar lebih yang tidak dapat dipertanggung jawabkan," kata Presiden Barisan Masyarakat Mahasiswa (BMM) Indonesia, Khalid, dikonfirmasi wartawan usai melapor di Gedung KPK.
Khalid bersama puluhan anggota BMM Indonesia lainnya melakukan prosesi pemotongan ayam jantan. Pemotongan ayam ini disimbolkan sebagai penolakan terhadap Bibit Waluyo karena dianggap tersangkut korupsi. "Ini sebagai bukti, kami tidak percaya lagi sama Bibit Waluyo, kami datang bawa ayam dan kami sembelih," tutur Khalid sambil meyembelih ayam.
Mereka juga mengaku kecewa atas kinerja Bibit Waluyo yang tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Sehingga merugikan keuangan negara, khususnya masyarakata di Jawa Tengah. "Kami menduga, selama Bibit Waluyo menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, dana Hibah dan Bantuan Sosial (Bansos) tahun 2011-2012 disalahgunakan," katanya.
Dikatakannya, mekanisme penyaluran dana miliaran tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan. Hal itu diperkuat data BPK RI, penyelewengan dana Bansos dan Hibah ditengarai menggunakan modus organisasi fiktif. Dana Bansos diberikan kepada ratusan LSM atau Ormas yang legalitas dan domisilinya tidak jelas. "Ada 99 Bansos fiktif yang diberikan oleh Pemrov Jawa Tengah kepada lembaga yang tidak jelas alamat dan anggotanya," imbuh Khalid.
Lebih mengherankan lagi kata Kholid, ternyata LSM dan Ormas penerima Bansos tersebut berstatus ilegal. Setelah ditelusuri BPK RI, ditemukan adanya bukti kuat terjadinya penyalahgunaan pemberian bantuan, karena: alamat penerima dana fiktif, alamat ditemukan namun tidak ada penghuni. "Di antara yang lain, alamat ditemukan namun merupakan rumah hunian. Ada lagi alamat ditemukan, penerima ada namun jumlah Bansos tidak sesuai. Bahkan terdapat beberapa domisili atau alamat yang sama, namun bisa dapat banyak alokasi dan sebagainya," ungkapnya.
Khalid menduga, Bansos tersebut digunakan untuk dana Pemilihan Gubernur Jateng yang akan berlangsung pada 26 Mei 2013. "Bisa jadi itu skenario mengumpulkan dana untuk pemilihan Gubernur Jateng," tandasnya.
Pengamat hukum Image Law Firm Junaidi saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, KPK harus secepatnya menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut. Sebelumnya, dua lembaga antikorupsi di Jakarta yakni Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) telah mengingatkan lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar serius menangani masalah ini.
Bansos 2012 Lebih Besar Lagi
Hasil audit BPK menunjukan dugaan penyelewengan dana hibah dan Bansos Jateng pada tahun 2011. Belakangan ICW juga menemukan data penyelewengan tahun 2012. Dari penelusuran Kejati Jateng pada pencairan Bansos 2011 diketahui adanya kerugian senilai Rp 26,89 miliar. Sedangkan dugaan penyelewengan dana Bansos tahun 2012, jumlahnya lebih besar lagi yakni mencapai Rp 65 miliar.
Dalam kasus penyelewengan Bansos tahun 2011, pengendalian atas realisasi belanja Bantuan Sosial kemasyarakatan dianggap tidak memadai. Dari realisasi dana Bansos senilai Rp. 26,89, penerima bantuan belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban.
Saat itu, bantuan tersebut disalurkan kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, forum dan perorangan dengan jumlah dana yang bervariasi. Mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 45 miliar. Selain itu, juga ditemukan pengendalian belanja barang jasa untuk dihibahkan pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kurang memadai.
Terdapat realisasi belanja barang jasa yang dihibahkan tidak disertai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) senilai Rp 63,96 miliar. Akibatnya pemberian itu tidak memiliki ikatan yang jelas terutama mengenai tugas dan bentuk partisipasi yang harus dilakukan penerima hibah dalam pembangunan daerah.
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, dana Hibah dan Bansos ini sering dipotong oleh pejabat atau makelar, termasuk diselewengkan oleh penerimanya. Besaran potongannya tergantung dari negoisasi di antara mereka, selama ini sekira 15-40 persen dari nilai bantuan. Pungutan inilah yang telah memperkaya para pejabat Pemprov yang berwenang dalam penyaluran dana hibah, sehingga dicurigai untuk kepentingan modal Pilgub.
Sejauh ini, Tim penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polrestabes Semarang sudah memeriksa tiga pejabat Pemprov Jawa Tengah, terkait kasus korupsi bantuan Hibah dan Bansos tersebut. Namun hingga kini proses penyidikan masih tersendat-sendat dan tidak jelas.
Sementara Gubernur Jateng Bibit Waluyo belum bisa memberi klarifikasi. Barometer telah berusaha berkali-kali menghubungi melalui telepon, namun tidak diangkat dan nomor dialihkan. (ry/lsp)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar