Aniaya Anak Kandung: PN Didesak Jebloskan Agung ke Tahanan

SEMARANG - Belasan orang penggiat peduli Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali menyuarakan aspirasinya. Setelah pekan lalu beraudiensi dengan Kejaksaan Negeri Semarang, kali ini mereka mendatangi Pengadilan Negeri Semarang, Jalan Siliwangi Semarang. 

Para penggiat ini berharap agar PN menahan Lie Agung Tirtono (47), terdakwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak kandungnya RAT (8).
Status Agung saat ini adalah tahanan kota. Para aktivis itu meminta agar Agung dikembalikan statusnya menjadi tahanan rutan. "Penetapan status tahanan kota mencederai rasa keadilan masyarakat. Kami menuntut pengadilan mengembalikan status penahanan yang bersangkutan di rumah tahanan," pinta Eva, salah satu penggiat KDRT, kemarin.

Agung sendiri didakwa telah melakukan tindak kekerasan terhadap anaknya berinisial RAT (8). Tindak kekerasan berupa penganiayaan, terjadi pada 23 desember 2012 lalu di rumah korban. Korban beberapa kali dipukuli dengan gagang sapu hingga gagang sapu patah tiga bagian. Tubuh RAT mengalami luka memar serius di bagian luar.

Pada 26 Februari 2013, ibu korban melaporkannya ke Polrestabes Semarang. Penyidik menjerat Lie dengan Pasal 80 ayat (1) uu 23/2002 tentang perlindungan anak juncto Pasal 351 ayat 1 KUHP. Agung Tirtono ditahan polisi sejak 14 Maret 2013 sampai 15 April 2013. Lalu berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Semarang.

PN juga diminta untuk menolak nota eksepsi yang diajukan Agung atas dakwaan jaksa. Aktivis ini juga berharap agar majelis hakim memutus pidana maksimal dan menambah dua pertiga dari ancaman pidana maksimal.

Kedatangan penggiat di PN disambut langsung oleh bagian humas sekaligus juru bicara PN, Togar. Dalam uraiannya,  Togar akan menindaklanjuti permintaan dari penggiat KDRT dengan akan menyampaikan kepada pimpinan dan majelis hakim yang menangani perkara.

Namun soal tuntutan penggiat itu, Togar menilai masalah itu berada di luar konteks permintaan di luar persidangan. "Karena itu murni kewenangan hakim yang menangani perkara. Jangan jadikan hakim sebagai ajang pembalasan untuk menghukum terdakwa seberat-beratnya," jawab Togar.

Sebelumnya, Kejari Semarang memberlakukan tindakan restorative justice dalam penanganan kasus-kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Kejaksaan menilai pendekatan tersebut penting dilakukan untuk menyelesaikan perkara KDRT yang frekuensinya terus bertambah.(zar/LSP)


by: red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar