Guru SMA Asal Cilacap Dihukum 1 Tahun 

SEMARANG- Sambil berdiri dan menundukkan wajah, Muryanti (53) guru SMA di Kabupaten Cilacap tak kuasa untuk mencurahkan air matanya ketika hakim Dolman Sinaga membacakan vonis 1 tahun dan denda 50 juta dijatuhkan kepadanya. Muryanti terlihat pasrah mendengar amar putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang terkait kasus ganti rugi lahan untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bunton Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap (18/4).

Sebelum vonis dibacakan, majelis hakim berpeda pendapat (dissenting opinion) soal putusan Muryanti. Hakim anggota Pragsono menyatakan terdakwa tidak bersalah karena dirinya tidak ada niat untuk melakukan korupsi, hanya dirinya diminta bantuan atau dilibatkan oleh perangkat desa Bunton (Sudaryanto). Sementara hakim Dolman dan Marsidin nawawi menyatakan terdakwa bersalah karena terbukti turut serta melakukan tindak korupsi.

"Mengadili, terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan korupsi, membebaskan dari dakwaan primer, terbukti melakukan korupsi dalam dakwaan subsider dengan pidana penjara satu tahun dan denda 50 juta," baca Dolman Sinaga.

Vonis Maryanti lebih rendah dari tuntutan jaksa, satu tahun dan enam bulan dan denda 50 juta subsider tiga bulan. Ia dikenakan dakwaan primer pasal 2 (1) jo pasal 18 (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 55 (1) ke-1. Dakwaan subsider pasal 3 jo pasal 18 (1) UU yang sama.

Selain itu, terdakwa diperintahkan untuk ditahan. "Memerintahkan agar terdakwa ditahan," tambah Dolman.

Sebelumnya, majelis juga membacakan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Disayangkan, hal meringankan jauh banyak dibandingkan pemberatan. "Hal memberatkan, telah merugikan keuangan negara. Hal meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terus terang dan mengaku bersalah, tidak menikmati uang korupsi, pendidik, melaksanakan perintah desa," tambahnya.

Kasus ini sendiri bermula ketika ada proyek uang ganti lahan untuk pengembangan PLTU Bunton. Peran terdakwa sebagai pihak yang mengumpulkan pemegang lahan (15 orang) untuk turut memperjuangkan ganti rugi. Tindakan terdakwa demikian sesuai instruksi Sudaryanto (perangkat desa/Sekdes Bunton), dan juga menyiapkan rekening bank untuk pencairan ganti rugi tersebut. Tak berselang lama, uang cair semua pengguna lahan cair melalui rekening terdakwa yang kemudian dibagi ke petani.

Total lahan yang diganti seluas 44.731 m2 dengan uang pengganti keseluruhan sebesar 2,1 miliar. Diketahui, tanah yang dikelola petani adalah tanah Pemerintah Kabupaten Cilacap. Petani meminta izin menggunakan lahan tersebut, dan pemerintah sepakat, dengan perjanjian jika sewaktu-waktu tanah dibutuhkan pemerintah mereka tidak berhak menerima ganti rugi serta disepakati penggunaan tanah sebagi hak guna bukan hak milik.

"Para petani punya hak atas tanah (guna) bukan sebagai pemilik, sehingga negara tidak berhak mengganti lahan yang sebetulnya milik negara," tambahnya.

Dalam perkara ini, terdakwa tidak menggunakan uang sepeserpun dan sudah mengembalikan seluruh uang kerugian negara.

Usai putusan, jaksa Kejari Cilacap Jonathan Markus menyatakan tidak akan mengajukan banding. "Kasus ini sudah menyeret banyak pihak. Dia hanya korban mas, jadi sisi manusiawi yang ditonjolkan," katanya.

Selain terdakwa, kasus ini menyeret beberapa pejabat di Kabupaten Cilacap. Mereka adalah mantan Sekda Cilacap Suprihono, mantan Camat Adipala Pudjo Prasetyo, mantan Sekretaris Desa Bunton Sudaryanto. Pihak-pihak terperiksa laiknya Budi Prawono (Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Cilacap), Warsidi (mantan Camat Adipala), Himam Yudianto (Kabag Agraria Setda Cilacap), Asna Ridho F (satgas inventaris lahan), Kendit Anggoro dan A Susanto. (ZAR/LSP) 
by: red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar