Pemilik
truk bernopol R-1345-ND yang mengangkut sebanyak 200 liter solar ilegal diduga
adalah pelaku utama dalam kasus penyalahgunaan BBM berubsidi ini. Hingga saat ini, polisi baru menetapkan dua
tersangka yakni sopir truk Heryanto (35), warga Demak, dan kernet Mandon (35).
“Kami masih
terus mengembangkan penyelidikan. Sementara baru dua orang menjadi tersangka.
Namun masih ada kemungkinan tersangka bertambah, pemilik truk juga masih kami
kejar,” kata Kapolrestabes Semarang Kombes Elan Subilan dalam gelar perkara di
Mapolrestabes Semarang, Senin (18/3).
Pembobolan
solar dalam kasus ini diduga melibatkan sindikat. Ada indikasi kuat bila
operator di SPBU tersebut terlibat. “Proses penyelidikan dan penyidikan masih
berlangsung,” kata Elan didampingi Kapolsek Gayamsari Kompol Juara Silalahi.
Sebelumnya
pemilik SPBU Kaligawe 44.501.35, di Jalan Raya Kaligawe, Kecamatan Semarang
Timur, Budianto Agung, diperiksa. Hasil pemeriksaan, pemilik SPBU mengaku
menerima Rp 100 per-liter dikalikan jumlah pengisian solar ke dalam tangki truk.
Selain itu,
pihak kepolisian juga memeriksa Supervisor Sugondo serta petugas Operator
Krisna Galendara. “Kami masih melakukan pengejaran terhadap pemilik truk yang
diduga berperan sebagai pengepul solar ilegal. Ada indikasi, kasus ini merupakan
kerja jaringan," imbuh Juara Silalahi.
Truk engkel
tersebut dilengkapi tangki besi serta pompa di bak. Hingga saat ini disita
sebagai barang bukti. Tangki tersebut bisa
menampung sekitar 5000 liter solar. Namun saat ditangkap baru terisi 200
solar.
Pengisian
solar ke dalam tangki tersebut diduga tidak dilakukan hanya pada satu SPBU saja
melainkan beberapa SPBU lain di Semarang dan sekitaranya. Solar dijual kembali
oleh pengepul.
Sejumlah
pegawai SPBU diduga mendapatkan uang Rp 20 ribu untuk pembelian solar setiap
200 liter. Kalkulasinya, karyawan SPBU menerima Rp 100 per-liter solar
bersubsidi yang dibeli oleh para penimbun.
Tersangka
Heryanto mengaku baru pertama kali mengambil solar tersebut. Solar itu hendak
dijual kepada seseorang yang namanya Cak Kodir di daerah Kaligawe Semarang.
“Saya hanya sopir pocokan, baru kerja sehari. Digaji Rp 160 ribu,” ujarnya.
Para
tersangka dijerat dengan Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) Nomor 22 tahun
2001 pasal 55 dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi
Rp 60 miliar.
Humas PT Pertamina
Unit IV DIY-Jateng Heppy Wulansari mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya
kepada kepolisian. "Jika memang oknum operator terbukti terlibat tentunya
Pertamina akan meminta SPBU tersebut melakukan pemecatan," tandas Heppy.
Adapun
untuk SPBU sendiri pihaknya masih menunggu hasil investigasi tim kepolisian.
"Jika memang terlibat tentunya Pertamina akan memberikan sanksi berupa
skorsing hingga pemutusan hubungan usaha. Prinsipnya kami sangat mengapresiasi
kerja aparat dan berharap masyarakat juga dapat berpartisipasi aktif dalam
mengawasi distribusi BBM di lapangan," pungkasnya
Dalam kasus
ini, para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) Nomor
22 tahun 2001. Terpidana bisa dijerat pasal 55 dengan pidana penjara paling
lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar. (G-15/LSP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar