Galeh Dipukuli Polisi, Dipaksa Ngaku Jadi Pembunuh

SEMARANG- Anggota polisi seharusnya bertanggungjawab menegakkan hukum, memberantas kejahatan, melindungi masyarakat korban kejahatan, termasuk menangkap pelaku kejahatan. Namun demikian, tak jarang anggota polisi melakukan kesalahan prosedur dan menyalahgunakan wewenang, memilih cara fisik ketimbang analisis dari barang bukti. Sehingga rentan salah tangkap, aksi penganiayaan dan seterusnya. Kasus semacam itu tidak sulit ditemukan.

Sebagaimana menimpa remaja, Galeh Yoga Pratama (18), warga Pondok Raden Patah Blok H1 Nomor 14 RT 05 RW 03 Kelurahan Sriwulan, Kecamatan Sayung, Demak. Kepada wartawan, ia mengadu merasa menjadi korban salah tuduh dan dipukuli oleh lima anggota Polres Demak lantaran dipaksa mengaku menjadi pelaku pembunuhan. Padahal Galeh sendiri mengaku tidak tahu menahu soal pembunuhan yang dimaksud, tapi langsung dihajar oleh kelima oknum polisi tersebut.

Atas hal itu, orang tua korban, Budiyanto (40), melaporkan insiden tersebut di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng. Celakanya, laporan itu ditolak petugas.

"Saya hanya diterima secara lisan, petugas jaga meminta kembali lapor hari Senin (18/2). Padahal kan harusnya buka 24 jam selama satu minggu penuh. Sebagai masyarakat yang berusaha taat hukum, kami ingin mencari keadilan," kata Budiyanto kepada wartawan, kemarin.

Akan tetapi jika pelayanannya demikian, artinya tidak sesuai dengan kenyataan, sebagaimana apa yang diungkapkan Kapolda Jateng dalam peresmian SPKT Polda Jateng beberapa waktu lalu. "Anak saya menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Demak," ungkap Budiyanto.

Diceritakannya, insiden penganiayaan itu bermula Jumat (15/2) di rumah teman korban, Sukirman (18), Jalan Pondok Raden Patah Tahap II Kelurahan Sriwulan, Kecamatan Sayung Demak . Sekitar pukul 16.30, Galeh tiba-tiba didatangi lima polisi mengendarai mobil. Mereka mengaku anggota Polres Demak. "Anak saya bersama Sukirman dibawa masuk ke dalam mobil. Kelima polisi itu langsung menginterogasi dan menyatakan di mana menyembunyikan celurit?" ungkapnya.

Galeh pun bingung saat petugas memaksa ia untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan. Saat di dalam mobil, mata Galeh ditutup dan tangan diborgol serta pakaian dilucuti. "Dalam kondisi mata ditutup, Galih dipukuli oleh anggota polisi," ujarnya.

Setelah mata Galeh dibuka, ia melihat identitas petugas berinisial T, anggota Polres Demak. Galeh bersama Sukirman lantas dibawa ke Polres Demak. Sesampai di Mapolres Demak, Sukirman diturunkan namun Galeh masih ditahan di dalam mobil, lalu dibawa ke sebuah lapangan kosong dalam kondisi telanjang dan tangan masih diborgol. "Di lapangan itu, saya diancam akan ditembak bila tidak mengakui melakukan pembunuhan," terang Galeh bersama ayahnya.

Merasa tidak melakukan pembunuhan, Galeh, bersikukuh tidak mau mengakui atas tuduhan pembunuhan terhadap seorang pemuda di jalan menuju objek wisata Pantai Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, pada Selasa (12/2).

''Pada hari Selasa siang, saya pergi ke Surabaya, bekerja sebagai kernet truk dan kembali ke Semarang pada Kamis (14/2) pagi. Setelah saya tunjukkan saksi dan bukti kalau saya tidak berada di lokasi kejadian seperti yang dituduhkan, akhirnya saya dilepas sekitar pukul 22.30,'' terang Galeh.

Pihak keluarga korban merasa kecewa atas perilaku arogan yang dilakukan lima oknum polisi Polres Demak itu. Ia berharap, Kapolda Jateng menindak tegas atas penganiayaan yang menimpa anaknya. "Oknum anggota polisi seperti itu harus dipecat dari anggota Polri. Jika orang biasa melakukan penganiayaan bisa dipenjara, maka jika dilakukan anggota polisi pun harus mendapat perlakuan hukum yang sama," tandasnya.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Djihartono saat dikonfirmasi mengatakan
belum menerima laporan terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh lima anggota Polres Demak itu. "Saya belum menerima laporannya. Coba nanti saya cek dulu,'' katanya.

Terkait pelayanan di SPKT, Djihartono juga menegaskan, pelayanan SPKT melayani masyarakat 24 jam selama seminggu. Jadi, bagi masyarakat yang ingin melaporkan tindak pidana atau kejahatan pada hari Sabtu dan Minggu tetap bisa langsung diproses.

Sebagaimana Kapolda Jateng Irjen Pol Didiek Sutomo Triwidodo saat meresmikan SPKT Polda Jateng pada Selasa (12/2) lalu, mengatakan pelayanan SPKT Polda Jateng berlangsung 24 jam penuh setiap hari. "Kantor ini akan buka 24 jam, tidak hanya pintunya yang terbuka, tapi petugasnya juga harus 'melek' (tidak tidur-red)," tandasnya. (G-15/LSP)


by: red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar