Bisnis Karaoke: Dendang Nyanyian “Sampah” Kota

Bisnis Karaoke: Dendang Nyanyian “Sampah” Kota

Bisnis karaoke menjamur di setiap lini di Kota Semarang. Karaoke tak sekedar menjadi wahana pesta pora rakyat proletar saja, bahkan kalangan elit dan terpelajar pun kini kian menjadi peminat utama. Baginya, dengan bernyanyi bebas itu mampu melepaskan penat setelah terbelenggu kesibukan dunia kerja.



Barangkali itulah sebab mengapa hingga saat ini justru menjadikan karaoke sebagai bisnis yang menjanjikan. Atau malah di kalangan tertentu menganggap bernyanyi di tempat karaoke itu semakin menggempur moralitas bangsa yang berbudaya ketimuran, sehingga membesarkan bisnis itu sama artinya mendendangkan nyanyian “sampah” kota.

Seorang pengusaha karaoke Ar (34) mengatakan bahwa bisnis karaoke yang ia kelola mulanya hanya iseng-iseng dijadikan tempat nongkrong bagi teman-teman dekatnya. Namun dalam perkembangan berikutnya justru malah menghasilkan uang yang melimpah.

“Saya kemudian merekrut pegawai. Saya rasa ini juga mengurangi jumlah pengangguran di Kota Semarang lho,” ujar pria yang tinggal di Sendang Mulyo Tembalang ini.

Tak tanggung-tanggung, kata dia. Selain karaoke, bila pelanggan memerlukan pelayanan “khusus”, dia juga melayani karaoke plus. Ar mengaku mempunyai 7 wanita yang siap memberi service plus. “Di tangan MS, LI, SR, YN, CN, ST dan RS, pelanggan di jamin puas,” tambah pria yang enggan menyebut lokasi tempat bisnisnya itu.

Yang jelas, imbuhnya, dia mempunyai tempat mangkal atau base camp bisnisnya itu di daerah Semarang atas. Dikatakannya, ia baru menjalankan bisnis plusnya itu kurang lebih dua bulan yang lalu. “Sistem kerja dengan cara bagi hasil,” katanya.

Transaksi Tersembunyi

Dia juga mengaku, untuk bisnis plus ini memang masih dilakukan secara tersembunyi. Bahkan, transaksi hanya bisa dilakukan melalui orang-orang tertentu. Paling tidak yang telah mengenal atau telah menjadi pelanggan sebelumnya.

Diungkapkannya, sejauh ini justru pelanggan berasal dari kalangan menengah ke atas. Mulai kalangan pengusaha, pejabat hingga oknum kepolisian. "Transaksi melalui ponsel. Jika kedua belah pihak sepakat, kami kemudian mengantarnya sesuai hotel yang dipesan," ujarnya.

Terkait dengan pembagian hasil, ia menjelaskan, untuk setiap pemesanan kurang dari dua jam (short time) seharga Rp 350 ribu. Pembagiannya, Rp 100 ribu untuk calo. Rp 150 ribu untuk pekerjanya, dan Rp 100 ribu lagi untuk pengelola.

“Untuk calo biasanya ada yang berprofesi sebagai sopir taksi dan karyawan hotel,” tambahnya.

Pemesanan untuk 4-5 jam (long time), bandrol harganya Rp 700 ribu. Semetara paket eksklusif Rp 1.050.000. “Paket ini bisa diajak keluar ke mana saja pemesan mau,” terang Ar.

Terpisah, Dewi, sang pemilik rumah karaoke di Jalan Jolotundo I, RT 05/RW 02, kelurahan Gayamsari, Kecamatan Gayamsari, menampik jika tempat karaokenya tersebut dijadikan tempat esek-esek.

Hiburan Murni

Dia menerangkan bahwa tempat karaoke tersebut hanya sebagai tempat hiburan murni alias tidak melayani plus. Tempatnya disewakan Rp 25 ribu per jam. Dia mengaku usahanya itu bukan semata-mata bisnis, tapi sebagai tempat pelepas lelah dan merefresh segala kepenatan setelah seharian bekerja.

“Di sini menyediakan ribuan lagu dalam format DVD. Mulai lagu rakyat dangdut, pop, slow rock, hingga tembang-tembang lawas bertema cinta dan kenangan,” paparnya.

Di tempatnya memang dijumpai minuman beralkohol jenis congyang yang ia jual seharga Rp 30 ribu per botol ukuran kecil, dan botol besar Rp 50 ribu. Namun dia juga menyangkal jika minum alkohol di sana itu disebut pesta miras, istilahnya hanya sebagai penghangat alias “jamu”.

“Berawal dari hobby menyanyi, kemudian saya membuat tempat karaoke sendiri,” ujar ibu dua anak itu.

Sementara salah satu ketua RT di Jolotundo, Umardin Siregar menegaskan jika keberadaan rumah karaoke tersebut memang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.

Lingkungan menjadi terasa tidak nyaman, selain waktu operasionalnya yang tergolong panjang, yakni pukul 11.00 - 03.00, juga menyebabkan daerahnya kawasan tempat tinggalnya menjadi rawan tindak kejahatan. "Kami mendukung tindakan yang dilakukan kepolisian untuk melakukan penggerebekan," tandas Umardin.

Seorang pelanggan, Johan (bukan nama sebenarnya), mengaku saat mengekspresikan emosi dengan bernyanyi bebas seperti di tempat karaoke mampu mengendorkan saraf otak setelah sekian lama memikirkan hal-hal yang bersifat serius. “Biar suaranya fals, tapi rasanya plong.

Teriakan lantang, bebas, seperti ini mampu menghilangkan rasa stres dalam otak yang sekian lama kaku. Di rumah kan tidak bisa,” ujar pria yang berprofesi sebagai seorang pengusaha warga Tlogosari ini dengan terkekeh. (Abdul Mughis)