Jateng Sarang koruptor
PENYAKIT moral bernama korupsi masih menjadi “wabah” di setiap lini instansi pemerintah di Jateng yang sulit diberantas. Diakui atau tidak, pungli masih terlihat di sana sini dan anehnya itu adalah pemandangan “wajar”.
Sejak pengurusan KTP, SIM, BPKB, perizinan usaha, perizinan bangunan ataupun tender instansi dinas provinsi, tidak lepas dari praktek berbau korupsi. Maraknya bupati-bupati yang terjerat kasus korupsi adalah prestasi buruk yang menyolok di depan mata kita.
Komite Penyelidikan dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah mencatat, dari 35 kabupaten/kota di Jateng, hanya dua kabupaten saja yang dinyatakan bersih dari korupsi, yakni Kabupaten Blora dan Kabupaten Purbalingga.
Sementara 33 kabupaten lainnya memiliki pejabat penting yang terlibat kasus korupsi, termasuk kepala daerahnya. Fakta 95 persen lebih kasus korupsi melilit pemerintah kabupaten/kota di Jateng tersebut menunjukkan masih jauh dari target terwujudnya pemerintah yang bersih dari korupsi.
Menurut Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, selama tahun 2011, total ada 102 kasus korupsi di Jateng. Tersebar di 33 kabupaten dan kota. Rata-rata per kabupaten memiliki 3 (tiga) kasus korupsi yang melibatkan pejabat setempat dengan APBD menjadi ladang korupsinya.
Secara total, kerugian negara mencapai Rp 142 miliar. Dari semua kasus korupsi yang ada, tiga besar jumlah kasus korupsi adalah pada sektor infrastruktur (35 kasus), bantuan sosial (25 kasus) dan anggaran daerah (22 kasus).
Tiga besar pos anggaran yang dikorup masing-masing sektor infrastruktur, perbankan dan sektor pendidikan. Sektor infrastruktur pemerintah mengalami tekor sebanyak Rp 62 miliar. Di sektor perbankan sebanyak Rp 21 miliar, sementara di sektor pendidikan Rp 20 miliar amblas diperut koruptor.
Kota Semarang sendiri tahun 2011 menempati peringkat teratas penyakit korupsi di Jateng. Kajian Pusat Studi Antikorupsi Universitas 17 Agustus 1945 mencatat 11 kasus korupsi yang terungkap dan sampai ke persidangan. Kerugian yang dialami negara mencapai Rp 140 miliar (belum termasuk kasus terakhir, penyuapan pemerintah Kota Semarang kepada anggota DPRD sebesar Rp 5 miliar).
Disusul Pemerintah Salatiga dengan 8 kasus korupsi menempati peringkat kedua. Sementara di peringkat ketiga diduduki pemerintah Kabupaten Sukoharjo dengan 7 kasus.
Bukan hanya korupsi, survei dari KPK tahun 2011, Kota Semarang juga masuk sebagai kota dengan pelayanan publik terburuk ketiga di seluruh Indonesia. Tertangkapnya Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Akhmad Zaenuri bersama dua anggota DPRD Kota Semarang, Agung PS dari Fraksi PAN dan Sumartono dari Fraksi Demokrat oleh KPK beberapa waktu lalu adalah satu dari sekian bukti bahwa integritas pejabat di Kota Semarang patut dipertanyakan.
Ketiga pejabat penting tersebut diseret KPK atas kasus dugaan suap dalam pembahasan Rancangan APBD 2012. Bahkan juru bicara KPK Johan Budi menandaskan, mata rantai kasus korupsi tersebut diduga melibatkan sejumlah anggota DPRD yang lainnya, termasuk Walikota Semarang Soemarmo HS. Tidak heran jika Jateng hingga saat ini masih menjadi kategori provinsi sarang koruptor.
Kondisi penegak hukum di Jateng juga masih sangat memprihatinkan. Sepanjang tahun 2011, sebanyak 23 jaksa di lingkungan Provinsi Jawa Tengah dijatuhi berbagai sanksi karena melakukan pelanggaran aturan dan etika. Satu orang di antaranya dipecat.
Tahun ini, Kejati Jateng menangani sebanyak 245 kasus korupsi. Secara rinci, 29 kasus dalam tahap penyelidikan, 129 kasus dalam tahap penyidikan, dan 87 kasus dalam tahap penuntutan.
Sedikitnya ada empat kasus korupsi yang menonjol selama 2011 berhasil diungkap. Di antaranya kasus korupsi Bupati Tegal nonaktif Agus Riyanto, mantan Walikota Magelang Fachriyanto, mantan Bupati Sragen Untung Wiyono, dan kasus dugaan kredit bermasalah di Bank Jateng, mampu terbongkar.
Menurut Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jateng Ali Mukartono, penyelamatan uang negara masih jauh dari target. Kejati baru berhasil mengembalikan uang negara sebesar Rp 3,5 miliar. Pasalnya, uang negara yang seharusnya direbut dari koruptor adalah sebesar Rp 50 miliar.
Kapolda Jateng Irjen Didik Triwidodo menegaskan, menindak kasus korupsi, kepolisian membutuhkan penyidik yang “Raja Tega” dalam konotasi yang baik. “Sebab, yang bakal dihadapi bisa jadi teman sendiri,” katanya.
Maka komitmen untuk bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mustahil diwujudkan jika tanpa adanya pemimpin yang berani, tegas, bermoral dan profesional. Dibuktikan, kurun waktu tahun 2011, Polda Jateng bertindak tegas terhadap anggotanya yang melakukan pelanggaran.
Sedikitnya ada 16 polisi dipecat dari jajaran Polda Jateng. Mereka dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat karena terbukti melakukan tindak pidana dan disersi. Dari 16 anggota yang dipecat, 10 anggota di antaranya melakukan tindak pidana dan sisanya meninggalkan tugas tanpa ijin (Disersi).
Rincian jumlah tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota polri jajaran Polda Jateng dalam kurun waktu satu tahun antara lain pelanggaran tata tertib sebanyak 1.747. Pelanggaran itu dilakukan oleh perwira menengah sebanyak 45, perwira pertama 66, bintara 1600 dan PNS 36. Adapun pelanggaran disiplin sebanyak 482 dengan rincian dilakukan perwira menengah 7, perwira pertama 49, bintara 421 dan PNS 5.
Angka kriminalitas di Jateng pada 2011 mengalami kenaikan sebesar 15 persen. Pada 2010 terdapat 17.094 tindak kriminal, sedangkan 2011 naik menjadi 19.662 tindak kiriminal. Selama tahun 2011, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng mencatat sebanyak 86 pejabat dinyatakan menjadi tersangka korupsi.
Sedikitnya 78 kasus di antaranya telah ditangani. Polda mengeklaim, kerugian negara hingga Rp 34.612.637.000 bisa direbut. Jumlah tersebut meningkat dibanding dengan tahun 2010. Naik sekitar 143 persen. Jumlah kasus tahun 2010 tercatat 32 kasus dengan jumlah tersangka korupsi 31orang. Kerugian negara sekitar Rp 23.693.274.000 di tahun lalu. (abm)