Seks Bebas Ancam Pelajar Semarang

ilustrasi

SEMARANG- Pergaulan bebas di Kota Semarang kian memprihatinkan saja.  Tak sedikit, anak di bawah umur atau pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi korbannya. Mulai dari pesta miras hingga seks bebas.

Tentu saja hal tersebut membuat para orang tua was-was, karena seks bebas mengancam pelajar di Semarang. Sehingga hal ini tidak bisa dientengkan begitu saja. Sehingga layak mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak, demi menyelamatkan generasi kelak.

Kasus terakhir menimpa seorang siswi salah satu SMP di Kota Semarang, Nia (14), bukan nama sebenarnya. Diduga, gadis kencur ini dicekoki miras dan diajak pesta di tempat karaoke di daerah Salatiga sebelum akhirnya “digarap” pria kenalannya di sebuah kos-kosan di daerah Gayamsari, Semarang.

Tak terima atas kelakuan tak berperikemanusiaan itu, ayah korban Mohammad Fauzi (39), warga asal Werdoyo RT 05/RW 01 Kelurahan Godong, Grobogan, yang tinggal di Lamper Mijen RT 01/RW 06 Lamper Tengah, Semarang Selatan, melaporkan pemuda bernama Reza (20), warga Kalicari Semarang.

“Peristiwa itu terjadi pada tanggal 3 Oktober 2012 sekitar 22.00 di tempat kos seorang pria bernama Beni di Gayamsari Semarang,” ungkap Fauzi kepada polisi saat melapor di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang, Selasa (9/10), sekitar pukul 10.00.

Fauzi menceritakan, kejadian itu bermula pada 3 Oktober 2012, Nia didatangi oleh temannya Nina Karina di rumahnya di Jalan Lamper Mijen RT 01/RW 06 Lamper Tengah Semarang Selatan. “Setahu saya, Nia berangkat ke sekolah, tapi saat saya jemput siang harinya, ternyata diketahui pada hari itu Nia tidak ada di sekolahan. Belakangan saya ketahui bila Nia diajak bolos oleh Nina dan teman-temannya termasuk terlapor,” katanya.

Korban baru pulang larut malam. Setelah dicecar berbagai pertanyaan, Nia akhirnya menceritakan kejadian sesungguhnya. Bahwa ia diajak pesta miras di salah satu tempat karaoke di daerah Salatiga. “Sepulang dari tempat karaoke itu, Nia diajak ke tempat kos di daerah Gayamsari. Saat itulah, terlapor meraba-raba payudara dan kemaluan korban. Bahkan korban mengaku sempat disuruh menenggak pil sebanyak 2 butir,” ungkapnya.

Tentu saja cerita itu mamantik geram. Tak mau ambil pusing, Fauzi memilih menyelesaikan kasus ini ke ranah hukum. Saat ini masih diproses tim unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Semarang dengan mengacu UU RI No 23 tahun 2002 tentang tindak pidana perlindungan anak.

Menurut Psikolog Probowatie Tjondronegoro, seks bebas yang menimpa sejumlah pelajar tidak bisa dianggap enteng. Artinya, hal tersebut merupakan persoalan serius. “Remaja cenderung mencari identitas diri, ia berusaha mencari pengalaman yang belum diketahui sebelumnya. Termasuk seks,” katanya saat dimintai komentar.

Terlebih remaja di era sekarang bisa mengakses media internet secara bebas. “Mereka belum bisa menyaring mana yang baik dan mana yang tidak. Akhirnya yang terjadi iseng-iseng ‘berhadiah’,” ujarnya sembari bercanda.

Untuk menanggulangi hal tersebut, lanjut Probowatie, perlu peran serta orang tua, guru dalam mendidik anak-anaknya. Sekolah-sekolah perlu memperhatikan keinginan peserta didik, misalnya ekskul di sekolah. Agar anak-anak selalu memperoleh pengalaman baru dalam kegiatan positif.

“Terkait persolan seks pada remaja, paling utama adalah terbentuknya komunikasi antara anak dengan orang tua. Sehingga ada peluang melakukan pemahaman secara bertahap. Sehingga anak akan mengetahui bagaimana bertanggungjawab terhadap diri sendiri,” katanya. (Mughis/LSP)