SEMARANG- Teridentifikasi bahwa pelaku aksi penembakan di Pos Polisi Plasa Singosaren Solo yang menewaskan Bripka Dwi Data Subekti (57) pada Kamis (30/8) malam, dilakukan oleh pelaku yang terlatih dan terorganisir. Mereka sengaja melakukan aksi teror.
suasana di lokasi penembakan |
Demikian dikatakan pengamat terorisme Noor Huda Ismail kepada wartawan, Jum’at (31/8). "Pelaku itu jelas orang yang terlatih menggunakan senjata api, karena dari beberapa saksi yang melihat, pelaku tenang saat menembak dari jarak dekat dan kemudian meninggalkan lokasi penembakan tanpa kerepotan," kata Noor.
Noor mengatakan, di Indonesia ada dua kelompok yang mampu melaksanakan aksi kekerasan secara profesional, pertama kelompok sebelumnya berasal dari militer atau kepolisian baik yang masih aktif atau tidak. “Biasanya melakukan teror dengan motif tertentu karena kecewa dengan institusinya,” katanya.
Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok sipil yang pernah mendapat pelatihan militer di luar negeri. “Jangan terburu-buru menuduh kelompok aktivis Islam garis keras yang melakukan aksi penembakan polisi di Solo, " ujar Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian itu.
Dikatakannya, seharusnya semua pihak harus sama-sama menghormati investigasi yang dilakukan kepolisian. “Menyimpulkan suatu kelompok tertentu jelas diperlukan bukti yang kuat. Jika analisa kita salah maka harus ada pertanggungjawaban publik," katanya.
Noor Huda berpendapat, ada tiga hal mengapa di Kota Solo selalu terjadi aksi teror dan bergejolak dibandingkan dengan di daerah lain. Tiga hal tersebut, kata dia, di Solo tidak ada organisasi "mainstream" yang kuat seperti NU dan Muhammadiyah sehingga banyak muncul kelompok-kelompok yang kemudian mengadvokasikan cara pandang keagamaan yang tidak "mainstream".
"Yang kedua dan ketiga adalah Sultan di Solo tidak kuat sehingga masyarakatnya mencari budaya lain serta di Solo biasanya menjadi 'dapur' gerakan tapi presentasinya tidak di kota setempat," katanya. (Ario Bahak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar