Atas hal itu ribuan pekerja di bawah 28 perusahaan bongkar muat swasta--yang seharusnya mengerjakan pekerjaan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terkatung-katung alias "direbut" pekerjaannya.
Ketua DPW APBMI Jateng Romulo Simamungsong mengatakan, sejak selesai
dibangun tahun 2011 lalu, PT Pelindo III merebut lahan pekerjaan bongkar muat tersebut. Padahal, APBMI sendiri merasa ikut andil dalam pembangunan dermaga bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas.
"Kami setor Rp 6 miliar lebih setahun. Ke mana uang itu? Alasannya membangun dermaga, tapi setelah dermaga jadi, kami malah tidak bisa bekerja di sini. Padahal dermaga ini milik rakyat," kata Romulo di pelabuhan dalam Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, kemarin.
Menurutnya, pihak Pelindo III telah melanggar UU Nomor 17 tahun 2008 pasal 1 butir 28, pasal 31, dan pasal 32 karena tidak memiliki izin usaha bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas.
"Sehingga 28 perusahaan bongkar muat swasta di Tanjung Emas merasa lapangan usahanya direbut dengan tidak adil. Kalau masih seperti ini ya ribuan karyawan bisa kehilangan pekerjaan," katanya.
Salah satu wakil pemilik perusahaan bongkar muat kayu, PT Laut Indo Cita Perkasa, Bambang Puryadi mengatakan, praktik monopoli yang dilakukan oleh PT Pelindo, mengakibatkan nasib perusahaan dan karyawanannya tidak jelas.
"Sejak 1,5 tahun lalu, kami tidak bisa meneruskan bongkar muat karena diambilalih oleh PT Pelindo. Jadi, pekerjaan yang berada di pelabuhan dalam, harus PT Pelindo yang mengerjakan. Padahal, kami punya izin resmi, sedangkan PT Pelindo tidak," katanya.
PT Pelindo menarik retribusi bongkar muat Rp 5150 perkubik kayu. Penarikan biaya itu tidak ada UU yang mengatur. "Tidak ada izin dari Jateng, dalam hal ini dari Dishubkominfo," terangnya.
Terpisah, Manager SDM dan Umum PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas Semarang, Muhammad Syarifudin membantah tudingan monopoli di Tanjung Emas Semarang. Pihak juga mengeklaim telah mempunyai izin bongkar muat.
"Mereka salah sasaran, kalau mau protes harusnya ke Menteri Perhubungan. Sebab ini berhubungan dengan BUP (Badan Usaha Pelabuhan)," ungkap Syarifudin didampingi kuasa hukumnya, Theodorus Yosep Parera, kepada wartawan.
Menurutnya, pihak PT Pelindo sudah melakukan kegiatan sesuai aturan Undang-undang yang berlaku. "Jika ada pelanggaran, otomatis pemerintah dan otoritas pelabuhan sudah menegur," ujarnya.
Soal dana pembangunan dermaga, dia mengaku sepenuhnya uang berasal dari PT Pelindo. "Uang pembangunan Rp 58 miliar adalah dari PT Pelindo pribadi," kata Parera.
Dikatakannya, hanya dari pihak swasta saja yang menghentikan kegiatannya. Aksi tersebut tidak mengganggu proses bongkar muat. "Kami tidak melarang mereka melakukan kegiatan di pelabuhan dalam. Siapa yang melarang? Buktinya apa?" kata Parera.
Sementara itu, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, (KSOP), Kapten Karolus G Sengadji mengatakan, tidak ada pungutan yang tidak ada dasar hukumnya. "Artinya, PT Pelindo harus membuat izin untuk melakukan bongkar muat," tandasnya usai melakukan mediasi bersama Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Provinsi Jawa Tengah bersama Kapolrestabes Semarang Kombes Elan Subilan.
Maka dari itu, Karolus menggarisbawahi hasil mediasi, bahwa PT Pelindo--yang tidak memiliki izin harus mengurus perizinan di Dishubkominfo. "Dermaga merupakan ruang publik, artinya milik rakyat. Sehingga tidak boleh ada monopoli," jelasnya.
Jika Pelindo masih bertindak melakukan monopoli bongkar muat, maka akan diselesaikan melalui jalur hukum. "Jika tidak diselesaikan secara arif. Maka kami akan melakukan penindakan, sesuai aturan yang berlaku, dalam hal ini akan diselesaikan melalui jalur hukum oleh pihak berwajib," tandas Karolus. (G-15/LSP)
by: red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar