"Mengadili, menghukum terdakwa dengan pidana tiga tahun, menjatuhkan denda sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan," tegas hakim Dolman Sinaga di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Kamis (25/4).
Majelis hakim juga membenkan uang pengganti sebesar Rp 98,5 juta, yang apabila tidak dibayarkan setelah satu bulan setelah putusan diganti dengan pidana penjara satu tahun.
Vonis terdakwa jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni lima tahun dan denda Rp 200 juta. Majelis sendiri memutuskan untuk tidak menggunakan tuntutan primer pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Korupsi, karena pasal tersebut tidak terbukti dalam persidangan.
Meski begitu, terdakwa dinyatakan terbukti kena tuntutan subsiser pasal 3 jo pasal 18 UU yang sama. "Menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer dan membebaskan dari dakwaan primer," seru Dolman Sinaga.
Majelis juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. "Hal meringankan, terdakwa sopan, mempunyai tanggungan keluarga. Hal memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, merugikan keuangan negara, tidak mengakui kesalahan," timpal hakim Shinintha Yuliansih, yang bergantian membacakan amar putusan.
Terdakwa yang juga mantan ketua Dewan Pengurus Cabang PPP Kudus tersebut terbukti bersalah telah menyalahgunakan jabatan yang untuk kepentingan diri sendiri. Diketahui pada tahun 2007, terdakwa telah mengajukan proposal banpol kepada Bupati Kudus melalui Kesbangponlinmas. Kemudian, bantuan cair dan diterima terdakwa sebesar Rp 105 juta. Dari semua uang yang dipakai cuma Rp 4 juta, sisanya dibawa terdakwa.
Majelis juga menjawab keberatan terdakwa soal materi pokok perkara. Majelis menyatakan pembelaan terdakwa tidak berdasar fakta hukum persidangan, sehingga perlu dikesampingkan."Pledoi seluruhnya tidak dapat diterima," tambah Shininta.
Usai sidang, baik terdakwa maupun penuntut umum Kejaksaan Negeri Kudus masih pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum lanjutan.
Sebagaimana diketahui, Maesyaroh menilep uang bantuan parpol senilai Rp 98,5 juta dengan memalsukan laporan pertangunggjawab (LPj). Perkara bermula saat PPP mengajukan dana bantuan parpol kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus dan cairlah dana Rp 105 juta rupiah yang kemudian diserahkan kepada terdakwa selaku ketua DPC PPP Kudus kala itu.
Setelah memperoleh dana tersebut, mestinya LPj dilaporkan sekurang-kurangnya tiga bulan setelah kegiatan atau akhir masa tahun anggaran selambat-lambatnya. Namun oleh terdakwa laporan baru diterimakan pada Juli 2011.
Setelah dilakukan pengecekan lapangan ternyata LPj yang dilaporkan banyak yang tidak sesuai. Terdakwa pun kemudian diduga membuat LPj secara fiktif. Berdasar audit kerugian negara oleh BPKP Jateng dinyatakan telah merugikan Rp 95 juta.
Namun sesuai proses persidangan, terendus program fiktif senilai Rp 3,5 juta dari item perjalanan dinas ke Wonosobo hingga kemudian diketemukan kerugian seleuruhnya menjadi Rp 98,5 juta yang kemudian dihitung menjadi uang pengganti. (nzr/b2)
by: red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar