Kasus Salah Tangkap, 5 Polisi Polres Demak Resmi Dilaporkan

 
SEMARANG- Muhammad Galih Yoga Pratama (18) resmi melaporkan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh lima oknum polisi Polres Demak, di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng, Senin (18/2).
 
Galih mengadu kepada Kapolda Jateng Inspektur Jenderal Didiek Sutomo Triwidodo melalui surat bermeterai untuk menindaklanjuti kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oknum polisi Polres Demak.
 
Saat berada di ruang SPKT Polda Jateng, korban yang beralamat di Perumahan Graha Mukti Utama Blok C Nomor 76, Kelurahan Tlogo Mulyo, Kecamatan Pedurungan, itu diterima oleh beberapa petugas piket yang berjaga.
 
Tidak lama setelah menerangkan kronologis dugaan penganiayaan anggota Polres Demak yang menimpa dirinya, korban diminta menandatangani surat pengaduan kepada Kapolda Jateng yang diterima oleh Perwira Pelayanan Masyarakat AKP Sunarto.
 
Ditemui usai melapor secara resmi di SPKT Polda Jateng, Budiyanto selaku ayah dari Galih, meminta agar anggota Polres Demak bernama Teguh yang menganiaya anaknya terkait dengan penanganan kasus pembunuhan, dijatuhi sanksi tegas.
 
Menurut dia, akibat penganiayaan yang menimpa Galih, anaknya saat ini menderita luka di bagian wajah, kepala, rahang, dan pinggang akibat dipukul serta takut keluar rumah. Sebagai orang tua, saya tidak terima anak saya yang tidak bersalah diculik dan dianiaya polisi," katanya.
 
Ia memilih melaporkan kasus dugaan penganiayaan terhadap anaknya ke SPKT Polda Jateng daripada ke Polres Demak dengan harapan dapat segera ditindaklanjuti. "Kalau lapor ke Polres Demak, saya khawatir penanganannya berhenti di tengah jalan," ujarnya.
 
Insiden penganiayaan itu bermula Jumat (15/2) di rumah teman korban, Sukirman (18), Jalan Pondok Raden Patah Tahap II Kelurahan Sriwulan, Kecamatan Sayung Demak . Sekitar pukul 16.30, Galeh tiba-tiba didatangi lima polisi mengendarai mobil. Mereka mengaku anggota Polres Demak. "Anak saya bersama Sukirman dibawa masuk ke dalam mobil. Kelima polisi itu langsung menginterogasi dan menyatakan di mana menyembunyikan celurit?" ungkapnya.
 
Galih pun bingung saat petugas memaksa ia untuk mengaku sebagai pelaku pembunuhan. Saat di dalam mobil, mata Galih ditutup dan tangan diborgol serta pakaian dilucuti. "Dalam kondisi mata ditutup, Galih dipukuli oleh anggota polisi," ujarnya.
 
Setelah mata Galih dibuka, ia melihat identitas petugas berinisial T, anggota Polres Demak. Galih bersama Sukirman lantas dibawa ke Polres Demak. Sesampai di Mapolres Demak, Sukirman diturunkan namun Galih masih ditahan di dalam mobil, lalu dibawa ke sebuah lapangan kosong dalam kondisi telanjang dan tangan masih diborgol. "Di lapangan itu, saya diancam akan ditembak bila tidak mengakui melakukan pembunuhan," terang Galih bersama ayahnya.
 
Merasa tidak melakukan pembunuhan, Galih, bersikukuh tidak mau mengakui atas tuduhan pembunuhan terhadap seorang pemuda di jalan menuju objek wisata Pantai Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, pada Selasa (12/2).
 
''Pada hari Selasa siang, saya pergi ke Surabaya, bekerja sebagai kernet truk dan kembali ke Semarang pada Kamis (14/2) pagi. Setelah saya tunjukkan saksi dan bukti kalau saya tidak berada di lokasi kejadian seperti yang dituduhkan, akhirnya saya dilepas sekitar pukul 22.30,'' terang Galih.
 
Pihak keluarga korban merasa kecewa atas perilaku arogan yang dilakukan lima oknum polisi Polres Demak itu. Ia berharap, Kapolda Jateng menindak tegas atas penganiayaan yang menimpa anaknya. "Oknum anggota polisi seperti itu harus dipecat dari anggota Polri. Jika orang biasa melakukan penganiayaan bisa dipenjara, maka jika dilakukan anggota polisi pun harus mendapat perlakuan hukum yang sama," tandasnya.
 
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Djihartono, mengatakan, laporan korban telah diterima, dan pihaknya segera menindaklanjuti dugaan penganiayaan yang dilakukan lima penyidik Polres Demak. "Kami wajib menindaklanjuti dugaan penganiayaan yang dilakukan anggota kami," terangnya di Mapolda.
 
Djihartono menekankan, akan menindaktegas penyalahgunaan wewenang yang dilakukan anggota, baik ke dalam pelanggaran kode etik, disiplin hingga tindak pidana umum. Selain itu, proses penyidikan akan dilakukan secepatnya. Laporan yang telah diterima akan disampaikan ke penyidik, dan segera dilakukan pemeriksaan saksi. "Penyidikan itu prinsipnya secepatnya. Saksi korban sudah ada, tinggal pemeriksaan anggota yang melakukan penganiayaan itu," ungkapnya.
 
Djihartono juga meminta maaf atas adanya informasi anggota SPKT yang tidak tepat, telah menyatakan libur, saat korban tersebut melapor pada Sabtu (16/2) kemarin.

"Kami minta maaf atas anggota kami yang tidak tepat," ungkapnya. Ia menegaskan, bahwa SPKT yang merupakan sentra semua fungsi yang ada di Polda tidak ada libur. Buka 24 jam setiap hari termasuk hari libur. "SPKT tidak ada hari libur, sabtu, minggu atau hari libur tetap masuk," tegasnya. (G-15/LSP)

by: red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar