Kasus Korupsi Ketua Fatayat Rembang: Ratusan Pengikut Tuntut Bebaskan “Bu Nyai”

 
SEMARANG- Sidang perkara dugaan korupsi dana keaksaraan fungsional (KF) Dinas Pendidikan Rembang 2010 dengan terdakwa Durrotun Nafisah, diwarnai aksi demontrasi. Senin (21/1), ratusan massa yang merupakan gabungan santri, warga NU Lasem Rembang, mahasiswa PMII dan sejumlah LSM menuntut keadilan.
 
Mereka menilai, "Bu Nyai"nya itu menjadi korban kriminalisasi. Sehingga, mereka menuntut pengadilan Tipikor Semarang membebaskan Nafisah dari dakwaan. "Kami meminta majelis hakim menegakkan keadilan seadil-adilnya. Jangan sampai yang tidak bersalah divonis bersalah," kata Imam Baehaqi, kordinator aksi.
 
Aksi demonstrasi selalu terjadi sejak Nyai Durrotun Nafsiah menjadi pesakitan sebagai terdakwa korupsi Dana Keaksaraan Nasional senilai Rp 288 juta."Kami selalu memberi dukungan dukungan, karena yakin bahwa Bu Nyai Nafsiah tak korupsi," tegas Baihaqi.
 
Durrotun Nafsiah yang menjabat sebagai ketua Fatayat NU Rembang dan Kepala sekolah Madrasah Aliyah Rembang ini didakwa terlibat korupsi. Ia didakwa menerima dana keaksaraan nasional sebesar Rp 288 juta dari Kementerian Pendidikan. Menurut Baihaqi, Bu Nyai tidak seluruhnya menggunakan uang tersebut.
  
"Ibu Nafisah hanya memakai Rp 11 juta, itupun bukan digunakan untuk kepentingan pribadi. Melainkan digunakan untuk membantu lembaga pendidikan di Fatayat NU. Justru uang yang lain diminta oknum dinas pendidikan," tuding Imam Baihaqi.
 
Jaksa Dituding Kaburkan Masalah
 
Sementara di dalam ruang sidang berlangsung agenda penyampain Duplik (tanggapan terdakwa atas jawaban penuntut umum). Dalam dupliknya, terdakwa menuding jaksa penuntut umum (JPU) salah menetapkan peranan terdakwa.
 
"Jaksa mengaburkan peran fungsi manajemen pengelolaan dan pengawasan pelaksanaan program penuntasan buta aksara (PBA) itu. Sebab, ada pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengelolaan itu," kata Nafisah dalam duplik yang disampaikan penasehat hukum terdakwa, Lukman Hakim di hadapan majelis sidang.
 
Terdakwa tidak mempunyai kapasitas dalam managemen pengelolaan keuangan, pengawasan dan pengendalian. "Fungsi tersebut terletak pada dinas terkait yang dalam kasus ini terkesan tidak bertanggung jawab. Jaksa seolah mengaburkan dan menghilangkan peran tugas masing-masing penanggungjawab, dan hanya menuntut terdakwa," katanya.
 
Dikatakanya, terdakwa selaku penyelenggara terpaksa mendatangi proposal karena arahan dari pihak lain. Terdakwa mengungkapkan, YPM NU tidak membentuk 80 kelompok belajar sebagaiamana disangkakan. Namun hanya 4 dan itu sudah dipertanggungjawabkan. "Sedangkan sisanya itu yang kemudian bermasalah," ungkapnya.
 
Sebelumnya, JPU menilai pembelaan yang dilakukan terdakwa dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ali Mukhtar, seorang jaksa mengatakan, terdakwa bersama-sama dengan Abdul Muid melakukan tindakan yang melawan hukum. Terdakwa dituding telah menerima bantuan dana KF di 76 kelompok lain yang dikelola Abdul Muid senilai Rp 288 juta. Abdul Muid merupakan Penilik Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Kecamatan Sluke dan Sekretaris LDNU Cabang Lasem. Padahal semula Nafisah hanya menyepakati penerimaan atas empat kelompok belajar yang dikelolanya, dananya Rp 11,4 juta. (Mughis/LSP)

by: red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar