Dua Pejabat Pemkab Kudus Dilaporkan ke Kejati

Ilustrasi

Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Batik

SEMARANG- Dua pejabat Pemerintah Kabupaten Kudus dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jateng, Kamis (29/11/2012). Keduanya diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pakaian batik Pemerintah Kabupaten Kudus tahun anggaran 2011 senilai Rp 2,4 miliar.

Dua pejabat yang diduga mengemplang uang negara itu masing-masing; mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus, Badri Hutomo dan Kepala Bagian Umum Setda Kudus, Sumiyatun. “Mereka (dua terlapor-red) merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi ini,” ungkap Muhammad Rifa’i, Koordinator Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (Komsak), saat melaporkan kasus tersebut di Kejati, Kamis (19/11/2012).

Rifa’i menjelaskan, dalam kasus dugaan korupsi ini dua pejabat itu mempunyai peran masing-masing. Badri Hutomo pada tanggal 27 Desember 2012 memberikan disposisi kepada Sumiyatun untuk mencairkan dana pengadaan pakaian batik dinas tersebut. Sedangkan Sumiyatun posisinya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

“Ditengarai terdapat penyimpangan dalam proses lelang atau pengondisian pemenang lelang. Mereka memenangkan  CV Lingkar Merapi dengan nilai penawaran Rp 2.341.027.500, dari pagu anggaran senilai Rp 2.401.875.000 dengan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) Rp 2.378.000.000. “Kami menemukan ada rekanan yang menawarkan lebih rendah dengan kualitas sama. Namun oleh panitia justru dinyatakan gugur pada tahap evaluasi teknis. Sementara mereka ngotot memenangkan CV Lingkar Merapi,” tandas Rifa’i.

Lelang tersebut diikuti sebanyak 47 kontraktor, pengumuman pemenang lelang dilakukan secara terbuka pada tanggal 4 Mei 2011. “Dalam surat disposisi tertanggal 27/12/2011, Sekda Kudus (terlapor-red) kepada Kabag Umum menyatakan agar dana pakaian dinas segera dicairkan,” terangnya ditemui di Kejati.

Hingga tanggal 27 Desember 2012, kontraktor pemenang lelang tidak bisa memenuhi kewajibannya atau tidak menyerahkan barang pakaian batik Pemerintah Kabupaten Kudus kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran.  “Anggaran sudah dibayarkan, namun belum ada barang.  Hal itu terjadi setelah Sekda memberikan memo terkait surat perintah setor itu dengan menginstruksikan kepada Sumiyatun untuk melakukan klaim barang 100 persen. Padahal barang belum diterima,” tambahnya.

Lebih lanjut Rifa’i mengatakan, hal itu mengindikasikan terlapor yang notabene sebagai pegawai negeri sipil melakukan penyimpangan atau kongkalikong dalam menentukan kebijakan. “Jelas ada kerugian negara, apabila benar Sekda telah dibayarkan terlebih dahulu, sedangkan barangnya belum ada. Sementara rekanan yang melakukan penawaran lebih rendah justru digagalkan oleh panitia lelang. Di sini jelas, sisa anggaran seharusnya kembali ke kas negara dan dengan demikian negara dirugikan,” cetus Rifa’i.

“Apabila disposisi perintah membayar yang dibuat Sekda tersebut benar dan ditindaklanjuti dengan pembayaran, sementara sampai akhir kontrak barang pakaian batik belum diserah terimakan, maka jelas, tindakan Sekda tersebut patut diduga menguntungkan pihak kontraktor,” imbuhnya.  
Hal itu melanggar Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Wilhelmus Langitubun membenarkan, pihaknya telah menerima laporan dugaan korupsi tersebut. “Kami akan menindaklanjutinya. Kami akan menelaah laporannya terlebih dulu, serta mengumpulkan sejumlah keterangan,” ujar Langitubun. (Mughis/LSP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar