Blogger Widgets

Pak Min Ngesti Pandawa Tutup Usia di TBRS

Diposting Unknown jam 21.23
Pak Min (60)

SEMARANG- Seniman senior, penabuh gamelan Wayang Orang Ngesti Pandawa,  Soeratmin (60), atau akrab disapa Pak Min, ditemukan meringkuk tak bernafas di belakang gedung pertunjukan Ki Narto Sabdo, kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Jalan Sriwijaya Semarang, Selasa (30/10), sore.

Informasi yang dihimpun, jenazah pengrawit yang mati-hidup di Ngesti Pandawa ini ditemukan Sihanto (50), sekitar pukul 16.00. Saat ditemukan, Pak Min mengenakan celana panjang warna krem dan kaos warna biru bertulis Badan Narkotika Nasional (BNN) itu tergeletak di teras belakang gedung. “Kondisinya seperti orang tertidur lelap,” kata saksi Sihanto.

Sihanto yang juga menjadi Ketua Karawitan Ngesti Pandawa itu mengatakan, awalnya ia hendak latihan karawitan di gedung Ki Narto Sabdo. Saat melintas di belakang gedung Ki Narto Sabdo, bola matanya berhenti berkedip menangkap sosok tua renta yang tak asing lagi. Karena penasaran, Sihanto menyambanginya. “Begitu saya cek, beliau sudah tidak bernafas. Posisinya telentang dengan tangan dilipat, di dada. Saya belum sempat memegang, tapi sudah melihat tidak bernafas,” ungkapnya.

Tak berselang lama setelah dilaporkan, pihak kepolisian dari Polrestabes Semarang dan Polsek Gajahmungkur datang di lokasi kejadian melakukan identifikasi dan memintai keterangan sejumlah saksi.

Terlihat sejumlah seniman ternama di Semarang mendatangi lokasi kejadian, termasuk Ketua Dewan Kesenian Semarang, Mulyo Hadi Purnomo. Menurut Mulyo, Soeratmin adalah sosok yang sangat mencintai kesenian. Namun demikian, ia mengakui bila tokoh seperti Pak Min kurang dan bahkan tidak dikenal di kalangan pemerintah. Selain itu, pihaknya sangat menyayangkan, pemerintah selama ini tidak mempunyai dukungan terhadap keberadaan tokoh-tokoh kesenian di Semarang.

“Seniman terpaksa hidup menggelandang di kawasan TBRS. Bukankah ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap kesenian sangat  kurang. Nama Ngesti Pandawa barangkali banyak dikenal, akan tetapi seniman di dalamnya tidak terurus,” ujarnya.

Pak Min terbiasa tidur berpindah-pindah di kompleks TBRS. Ia masih sering melakukan aktivitas kesenian sebagai penabuh gamelan di Ngesti Pandawa. Ia biasa tidur di lantai teras gedung Ki Narto Sabdo. Jika hujan turun, Pak Min menaiki meja selebar satu meter dengan tinggi dua meter.  "Ini sangat memprihatinkan. Seharusnya ada kompleks wisma untuk para seniman, sehingga bisa tinggal di sini (TBRS),"ungkap Mulyo.

Pak Min termasuk orang yang gigih dalam meniti kehidupannya. Pendiam dan selalu menikmati hidup dengan penuh penghayatan. Untuk menopang biaya hidupnya, Pak Min menjadi perajin atau pemahat wayang kardus. Sejumlah tokoh-tokoh wayang berhasil diciptakannya. “Beliau sudah ikut Ngesti Pandawa sejak grup tersebut ada di gedung Gris lalu pindah ke Majapahit dan terakhir di TBRS ini," kenang Mulyo.

Seniman Senior Marco Manardi mengatakan, dari lemari milik Pak Min ditemukan puluhan wayang kardus hasil besutan tangan dingin Pak Min. Wayang-wayang tersebut ditempatkan di dalam toples bening. “Rencananya, hasil karya Pak Min ini akan ditunjukan kepada Pemerintah Kota Semarang. Wayang-wayang ini hasil karya beliau,” ujar Marco.

Jenazah Pak Min disemayamkan di RSUP Dr Kariadi. Hingga petang, petugas kepolisian masih mencari informasi mengenai keberadaan sanak keluarga seniman itu. Beberapa kawan dekat korban memberikan keterangan bila Mbah Min mempunyai keluarga di daerah Karangjati, Semarang. (Mughis/LSP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Korupsi


Siapa lagi? »

Peristiwa


Arsip Peristiwa »

Berita


Arsip Berita »

Modus


Arsip Modus »

Jeng-jeng


Arsip Jeng-jeng »

Kasus


Arsip Kasus »

Horor Kota


Arsip Horor Kota »

Kriminal


Arsip Kriminal »

Tradisi Budaya


Selanjutnya »

Politik Itu Kejam


Simak Selanjutnya? »

Komunitas Pembaca


*) Tulis peristiwa di sekitar Anda, kirimkan ke email redaksi kami: singautara79@gmail.com

Citizen Journalism


Siapa lagi yang nulis? »

Wong Kene


Arsip Wong Kene »