Dony Suhardjo: Berguru kepada Wayang


 Pria asal Purwodadi Grobogan ini mempunyai hoby unik. Ia mengaku sangat kesengsem dengan produk kebudayaan bernama wayang kulit. Baginya, pelajaran tersulit dalam kehidupan ini adalah kesabaran dan kebijaksanaan. Nah, dalam dua hal tersebut, ia mengaku berguru kepada wayang.

“Saya penggemar wayang kulit. Dalam produk kesenian ini, saya menemukan banyak hal yang sebelumnya belum pernah saya temui. Ternyata ada banyak hal yang memuat makna dan filosofi hidup, ” kata Kapolsek Semarang Barat Kompol Dony Suhardjo.

Tidak salah bila disebut bahwa wayang merupakan tontonan dan tuntunan. Dia mengatakan bahwa memahami cerita pewayangan itu seperti bercermin melihat diri sendiri dan bahkan terkadang menertawakan diri sendiri, dalam makna globalnya manusia. “Tokoh Semar misalnya, Jawa menyebut Haseming samar-samar, yang bisa dimaknai sang penuntun kehidupan,” terangnya.

Bagi dia, Semar sendiri bukan sekedar tokoh fiksi, tidak berjenis kelamin lelaki ataupun perempuan. Namun ia adalah sebuah simbol atau gambaran pengejawantahan hidup, proses Illahi dalam kehidupan manusia.

 “Selalu saja ada banyak hal yang selalu ditunjukkan pada sosok Semar. Misal saja tangan kanannya selalu menunjuk ke atas, tangan kiri menunjuk ke belakang. Sebenarnya ia hendak menyampaikan bahwa hidup ini ada Tuhan Yang Maha Esa, satu. Sementara tangan kiri menyampaikan bahwa manusia mesti berserah diri, sabar, bijaksana secara total,” paparnya.

Tidak hanya itu, mengapa semar mempunyai kuncung? Dony mempercayai bahwa kuncung Semar menyampaikan pesan “akuning sang kuncung”. “Kuncung itu sebuah kepribadian sebagai seorang pelayan masyarakat. Belajar untuk bisa melayani dan mengayomi tanpa pamrih,” kata polisi yang saat ini mendalami ilmu tasawuf ini. (Mughis)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar