Blogger Widgets

"Ngaji", Pendidikan Alternatif yang Dilupakan

Diposting Unknown jam 21.19
"Ngaji", Pendidikan Alternatif yang Dilupakan

BOJA- Di perkotaan, aktivitas "Ngaji" untuk anak-anak telah menjadi sesuatu yang langka. Tak sedikit, kesibukan kerja membuat para orang tua "lupa" atau tak sempat mendidik anak-anaknya tentang pendidikan dasar Agama Islam.

Rata-rata, anak-anak di masyarakat perkotaan hanya menempuh Pendidikan Agama melalui jalur formal alias bangku sekolahan saja. Jika pun ada tambahan, pendidikan nonformal dilakukan dengan cara melibatkan jasa les private. Itupun hanya sebagian, artinya tak seluruhnya demikian.


Padahal, pembelajaran keagamaan [agama apapun] sejak usia dini tentu sangat berperan dalam membentuk mental, moral dan kepribadian generasi penerus bangsa yang beragama.
Saat anak-anak mengalami kecanduan game dan bergelut dengan laptop. Begitupun tatkala remaja kita beramai-ramai menyerbu diskon di mal. Patut menjadi perenungan, mengapa surau-surau, langgar, mushola ataupun masjid hanya "ramai" saat bulan Ramadan tiba saja?

LawangSewu Post menemui aktivitas unik di Kampung Silampar RT 05/RW 01 Kelurahan Kaligading, Kecamatan Boja, Kendal. Sabtu (7/7), usai maghrib, sekitar pukul 18.00. Puluhan anak-anak, rata-rata masih sekolah dasar tampak ceria melakukan aktivitas mengaji di rumah milik Mas Kus, warga pendatang yang berprofesi sebagai pelaut. Di tempat tersebut, Ngaji menjadi pendidikan alternatif berbasis "rumahan".

LawangSewu Post merinding saat mendengar suara puluhan anak-anak mendaras ayat-ayat Al-Qur'an. Di ruangan berukuran 3 X 4 di rumah itu, mereka tampak hikmat duduk bersila menghadap pembimbing, Istirohah Roro (33).

Mirip antre beras, rupanya mereka menunggu giliran membaca Iqro' dan Alqur'an di meja pembimbing. Istirohah Roro mengatakan, mengaji merupakan rutinitas yang harus dilakukan tanpa beban. Meski sebenarnya ia mengaku berat menjaganya.

Diungkapkan, mulanya ia cuma mengajak beberapa anak-anak tetangga untuk belajar sambil bermain. "Ternyata sangat menyenangkan. Terlebih, lama kelamaan, para tetangga berminat menitipkan anak-anaknya. Hingga saat ini, jumlah peserta mencapai 35 sampai 40 anak. Kesemuanya berasal dari lingkungan setempat," terang Roro.

Saking banyaknya peserta, wanita yang juga penyair ini sempat mengalami kuwalahan. "Saya belum punya partner sih," imbuh ibu rumah tangga jebolan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo angkatan 1996 itu.

Menurutnya, mengaji sebagai upaya melakukan pendidikan tambahan, khususnya Pendidikan Agama sejak usia dini. Bahan yang diajarkan tidak muluk-muluk. Di antaranya pengenalan huruf-huruf arab, berlatih membaca sesuai tajwid. Bahan utamanya dari Iqro', mulai jilid 1 hingga jilid 6 dan Alqur'an.

"Pembelajaran disesuaikan dengan tingkat usia peserta yang berbeda-beda. Terkait waktu, kami hanya libur setiap malam Jum'at, jam belajar juga terbatas. Hanya satu jam, antara pukul 18.00-19.30," katanya.

"Gratis Tis"

Dalam satu minggu, lanjutnya, juga dibuatkan jadwal materi mengaji. Di antaranya mengenal benda-benda sekitar dengan bahasa arab melalui nadhom atau dinyanyikan. "Selain itu juga menghafal surat-surat pendek dan bacaan shalat," tambahnya.

Saat ditanya berapa biaya pendaftaran ataupun SPP per bulan? Roro hanya tertawa ringan. "Tidak dipungut biaya, alias gratis tis," ujarnya.

Salah satu peserta, Turino Oktavian Syahputra (10), mengaku senang mengikuti kegiatan mengaji di rumah Bu Roro. "Di sini enak, nyantai. Tempatnya lesehan, tidak pakai meja. Saya sudah bisa membaca Al-Qur'an," ujar siswa kelas 4 yang mengaku masuk rangking 10 besar di SDN 1 Kaligading itu. (gis)

2 komentar:

 

Korupsi


Siapa lagi? »

Peristiwa


Arsip Peristiwa »

Berita


Arsip Berita »

Modus


Arsip Modus »

Jeng-jeng


Arsip Jeng-jeng »

Kasus


Arsip Kasus »

Horor Kota


Arsip Horor Kota »

Kriminal


Arsip Kriminal »

Tradisi Budaya


Selanjutnya »

Politik Itu Kejam


Simak Selanjutnya? »

Komunitas Pembaca


*) Tulis peristiwa di sekitar Anda, kirimkan ke email redaksi kami: singautara79@gmail.com

Citizen Journalism


Siapa lagi yang nulis? »

Wong Kene


Arsip Wong Kene »