PN Mendukung, Tiga Hakim Pelanggar Kode Etik “Dipotong”

PN Mendukung, Tiga Hakim Pelanggar Kode Etik “Dipotong”

SEMARANG- Menyusul santernya sorotan Komisi Yudisial terhadap tiga hakim Pengadilan Tipikor Semarang, yang terancam kena “pinalti” karena melakukan pelanggaran kode etik, Pengadilan Negeri (PN) Semarang mendukung bila tiga hakim yang tidak berkompeten tersebut “dipotong”.

“Kami berkomitmen tinggi. Jika memang teman-teman (hakim Tipikor-red) ada indikasi tidak berkompeten ya “dipotong”, agar menaikkan citra Pengadilan Tipikor Semarang,” kata Wakil Ketua Pengadilan Negeri Semarang, Ifa Sudewi saat ditemui di Pengadilan Tipikor, Selasa (19/6) siang.



Sebagaimana berembus kencang di Pengadilan Tipikor di Semarang bahwa ada beberapa hakim yang mendapat pengawasan khusus dari Komisi Yudisial. Komisi Yudisial menemukan bukti pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh empat hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah. Empat hakim itu meliputi hakim ad hoc dan hakim karier.

“Itu sudah bukan dugaan lagi, tapi terbukti kuat melanggar kode etik,” kata Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman kepada Pers, beberapa waktu lalu.
Hakim yang disorot tersebut masing-masing LNA (ketua), AS (anggota) dan KM (anggota). Majelis sidang pimpinan hakim tersebut tercatat telah memberikan vonis bebas terhadap 6 terdakwa kasus dugaan korupsi.

Terkait hal itu, Ifa Sudewi mengklarifikasi berita miring yang beredar di beberapa media. Bahkan pemberitaan sempat menyebut ada empat hakim di Pengadilan Tipikor Semarang melanggar kode etik, termasuk Ifa Sudewi sendiri. “Saya kaget, kok saya diikut-ikutkan. Itu tidak benar, saya tidak termasuk dalam daftar itu. Saya juga tidak pernah diperiksa, jika saya termasuk melanggar kode etik, tolong jelaskan kode etik yang mana?” katanya.

Dikatakan Ifa, beberapa hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang memang pernah diperiksa terkait kode etik hakim. "Namun, hakim diperiksa oleh Mahkamah Agung, bukan diperiksa oleh Komisi Yudisial," kata Ifa.

Terkait dengan tiga hakim yang dimaksud, Ifa mengaku belum bisa berkomentar banyak. Namun yang jelas, Pengadilan Tipikor mempunyai tanggung jawab menegakkan hukum dan keadilan. Sehingga apabila di antara hakim ditemukan indikasi tidak berkompeten atau bahkan merusak citra Pengadilan Tipikor, maka sudah selayaknya “dipotong”.
“Saya sendiri sangat mendukung itu,” katanya.

Pakar Hukum Chairil Anwar mengatakan, sepanjang Hakim menggunakan nurani dan menggunakan fakta hukum, ia harus berani mengatakan yang terbukti dengan terbukti, yang bebas harus bebas. “Ada contoh perkara yang dinyatakan terbukti tapi ternyata tidak ditemukan kerugian negara,” katanya.

Nah, lanjutnya, sekarang apa tujuannya? Jelas tujuannya menegakkan hukum. “Tapi kalau kenyataannya bukan penegakkan yang didapat, tetapi justru pendholiman ini yang berbahaya,” ujar Chairil.

Lebih lanjut dikatakanya, perkara korupsi itu harus ada kerugian negaranya. “Ada, ini dua perkara korupsi yang diputus terbukti semuanya, tapi kerugian negara tidak ada, nah ini menjadi catatan buat penegak hukum yang lainnya. Jadi, jangan sampai kita mendholimi, menjustice hakim yang memutus bebas, kemudian dikategorikan bermain negatif, tidak,”

Menurutnya, hukum harus berjalan sesuai dengan relnya. “Maka jangan sampai hakim yang memutuskan bebas itu kemudian dijadikan kambing hitam atau sebagai biang kerok perkara vonis bebas tersebut. Ini yang berbahaya,” katanya.

Bukan cuma menghukum orang menyatakan bersalah karena patut diduga. Hukum itu harus berdasarkan kepastian. Jadi, putusan hakim diberi kewenangan oleh Mahkamah Agung untuk memutuskan. Kalau diinyatakan tidak terbukti harus dinyatakan bebas, tapi kalau terbukti harus dinyatakan bersalah,” ujar Chairil. (abm)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar