Ontran-ontran Manipulasi Nilai Belum Reda
SEMARANG- Kasus manipulasi nilai raport yang terjadi di Fakultas Kedokteran (FK) Unissula terus menggelinding. Kali ini, kepolisian mengusut aksi demonstrasi yang ditengarai ada indikasi aktor di balik demonstrasi tersebut oleh pihak tertentu, alias bukan murni inisiatif mahasiswa.
"Kami berusaha mengungkap fakta yang ada. Pertanyaannya, mengapa saat polisi bermaksud membantu dan mengusut hingga tuntas kasus itu, justru ada pihak yang menolaknya. Ini kan aneh. Maka, kami terus menyelidiki hingga menemukan benang merah masalah. Di antara mengumpulkan data, keterangan berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, termasuk aksi demonstrasi itu," kata Kapolrestabes Kombes Elan Subilan, kemarin.
Polisi menjalankan tugasnya menegakkan hukum. Tapi dalam aksi tersebut justru menuntut polisi menghentikan penyidikan kasus tersebut. Tentu saja, hal ini memunculkan tanda tanya besar yang dimungkinkan digerakkan oleh kelompok tertentu di kampus tersebut.
Benang merah yang dimaksud, tak lain untuk mengetahui apakah nantinya ditemukan adanya keterlibatan oknum pejabat setempat. Sebagaimana diketahui, aksi massa mahasiswa terjadi di dua tempat, yakni; kompleks Mapolda Jateng Jum’at (25/5) dan kompleks DPRD Provinsi Jawa Tengah pada Senin (28/5) lalu.
Dalam dua aksi itu, menuntut kepolisian agar menghentikan penyelidikan kasus manipulasi nilai yang terjadi di FK Unissula. Mereka juga menuntut Kapolda mencopot Kapolrestabes. Padahal muncuatnya kasus atas laporan Dekan Fakultas Kedokteran, Taufiqurrachman (57), di Mapolrestabes Senin (23/4) lalu.
Kepala Satuan Intelijen Keamanan (Intelkam) Polrestabes Semarang, AKBP Ahmad Sukandar mengungkapkan, selain aksi massa itu tidak sesuai prosedur karena tidak menyampaikan pemberitahuan ke pihak kepolisian, aksi demonstrasi itu juga diwarnai keganjilan. "Ada ciri-ciri fisik yang cukup aneh. Tim kami menemukan, ratusan mahasiswa yang berdemonstrasi adalah orang–orang dari Sulawesi," katanya.
Entah hal itu kebetulan atau tidak, ternyata di antara ratusan mahasiswa itu dominan berasal dari daerah asal Rektor Unissula, Prof Laode Masihu Kamaluddin, yang juga berasal dari Sulawesi. "Ini yang masih kami selidiki," katanya. Tim kepolisian juga menemukan beberapa data pendemo yang bukan tercatat sebagai mahasiswa Unissula.
Namun dia ikut masuk di dalam aksi unjuk rasa tersebut. Seperti halnya yang diungkapkan seorang sopir pikap H 1820 MR, Sunarno (45). Ia justru mengaku dibayar Rp 800 ribu. Ia juga mengaku tidak mengetahui jika akan digunakan demo. "Saya membawa sound system, genset dan mixer. Pesannya mendadak, sekira pukul 07.00 sebelum demo. Saya ditelepon oleh Darsono alias Gepeng,” kata
warga Tandang, Tembalang itu, ditemui di sela demo di depan Mapolda Jateng lalu.
Dijelaskan Sunarno, penyewanya itu adalah sopir pribadi dari Dekan Fakultas Hukum Unissula. “Semula saya kira untuk acara event organizer di kampus. Tapi ternyata malah untuk demo,” katanya. (abm)