Budaya Lokal “Unjuk Gigi” di Kancah Nasional

Siaran Langsung “Pelangi Nusantara” di TVRI


SEBUAH terobosan baru, dihelat oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada Sabtu pagi, (besuk-red). Program gres yang disiarkan secara live ini bertajuk “Pelangi Nusantara”. Selain menyuguhkan informasi, hiburan, news, referensi, acara yang berlangsung sejak pukul 07.00-08.30 tersebut berbasis tradisi lokal. Di mana optimisme kebudayaan lokal dinilai patut berunjuk gigi di kancah nasional.


Hal tersebut adalah upaya agar televisi tertua di Indonesia tersebut mampu tetap eksis dan bersaing dengan gempuran televisi swasta yang rata-rata mengusung modernism culture. “Kita sebagai masyarakat Indonesia harus optimis terhadap budaya-budaya lokal di daerah masing-masing. Dan kami lebih membidik tradisi-tradisi lokal yang tidak pernah terekspos oleh media,” kata Kepala Stasiun TVRI Jateng, Farhat Syukri, saat diwawancarai di kantornya, kemarin.

Dikatakan Farhat, melalui program “Pelangi Nusatara” ini, TVRI akan lebih mempertajam program-program yang khas di daerah-daerah terpencil, khususnya di Jateng. Selain acaranya yang khas, untuk TVRI sendiri akan mempunyai karakter dan konsep yang berbeda dengan televisi swasta yang lain. “Acara ini disiarkan nasional, nah, tanggal 11 Februari 2012 (hari ini) giliran Jawa Tengah. Dengan konsep live dari studio dan beberapa reporter di lapangan, di antaranya dari Tugu muda, ” katanya.

Produser TVRI Budi Wiyono menambahkan, “Pelangi Nusantara” disajikan dalam konsep Variety Show. Di mana materinya mencakup bermacam-macam segmen. Di antaranya apresiasi budaya, pendidikan, wisata, seni tradisi, lagu daerah, jendela wanita, dunia anak, jalan-jalan, daerah membangun, tokoh dan pelangi desa. “Sesuai dengan label “pelangi”, warna-warni segmen tersebut akan dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan. Sehingga diharapkan pemirsa menemukan satu benang merahnya,” terang Budi.

Menurutnya, acara tersebut akan mengupas hal-hal unik yang sebelumnya belum dikupas oleh media lain. Misalnya, dalam segmen “Dunia Anak”, segmen ini akan mengupas permainan anak zaman dahulu yang saat ini “menghilang” ditelan budaya kapitalisme. “Banyak hal menarik di daerah, misal, tarian daerah yang saat ini juga pelan-pelan menghilang. Kita berusaha nguri-uri budaya leluhur, peninggalan nenek moyang yang menjunjung martabat bangsa, agar tidak musnah di tengah gempuran modernisme,” tambahnya.

Dikatakan, untuk mendapatkan sebuah materi-materi tersebut, tim kreatif jauh-jauh hari melakukan observasi, diskusi dan investigasi. Menurutnya, ternyata memang banyak potensi daerah yang belum tergarap secara mendalam. Yang sederhana saja, kata dia, Purwoceng-nya Wonosobo misalnya. Atau tempat wisata air terjun yang terletak di Dusun Sitengkel, Mlandi Kecamatan Garung, Wonosobo. Di mana keindahan alamnya luar biasa, di sana ada sekitar tanah seluas 3000 hektar ditumbuhi ribuan jenis tanaman di seluruh dunia.

"Kami juga menemukan seorang tokoh desa bernama Mbah Hadi Sunarso berusia 95 tahun. Beliau ini satu-satunya orang yang masih mengelola kesenian tradisional peninggalan Sunan Kalijaga, bernama “Lengger” di daerah Wonosobo,” papar Budi, yang juga menjelaskan acara ini bisa dinikmati oleh semua kalangan. (abm)