Dia mengaku sudah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) selama 27 tahun dan sudah mendapatkan Bintang Satya Lencana dari Pemerintah RI.
Nota pembelaan (pledoi) dibacakan langsung oleh terdakwa. Dengan meneteskan air mata, terdakwa merasa ia hanya sebagai korban perlakuan Yanuelva Etliana, Direktur CV Enhat yang telah memalsu tanda tangannya saat menjabat sebagai kepala otonomi daerah Kota Semarang. Pihaknya juga mengaku telah melaporkan pemalsuan tanda tangan ke
Polrestabes Semarang bulan Oktober 2012. "Tuntutan Jaksa tidak tepat. Saya hanya jadi korban dari Eva (Yanuelva) yang memalsukan tanda tangan saya. Dan saya sudah mengadukan Eva ke polrestabes Oktober 2012 ketika menjadi saksi," beber Madjid.
Lebih lanjut, terdakwa tidak mengetahui kalau Eva menggunakan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan Surat Perintah Pembayaran (SPP) fiktif untuk mengambil uang jaminan utang di bank Jateng. Terdakwa tahu soal SPMK fiktif setelah membaca koran.
Selain itu, tuduhan yang didakwakannya sebagai ketidakbenaran. Dalam dakwaan, pada tanggal 11 Maret 2013 dirinya dinyatakan bertemu dengan Eva
dan dua saksi lain. Padahal tanggal 11 Maret, sahutnya, dirinya menemani Wali Kota Semarang.
"Tuduhan yang dituduhkan tidak tepat. Hari senin, 11 Maret 2011, saya
mendampingi pak wali dalam acara jalan sehat dan siangnya ada dialog dengan warga di Larangan Gunungpati," tandas Madjid.
Kemudian terdakwa meminta kepada majelis hakim agar diputus yang seadil-adilnya, serta dibebaskan dari semua tuntutan. Jika pun dianggap bersalah dirinya meminta vonis yang ringan. "Saya meminta kepada majelis hakim yang terhormat agar dibebaskan. Jika pun
dinyatakan bersalah atau sebagai pengganti tanda tangan, saya minta
divonis satu tahun," tambah Kadinas Pasar Kota Semarang ini sambil menahan ceceran air mata.
Dalam tuntutan, terdakwa Abdul Madjid dituntut pidana penjara enam tahun dan denda 200 juta rupiah subsider 4 bulan oleh tim penuntut umum Kejaksaan Negeri Semarang dengan nomor tuntutan PDS-15/0.3.10/Ft.1/11/2012. Terdakwa Abdul Madjid diduga melakukan tindak korupsi secara bersama-sama, dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat 1 junto
pasal 18 UU 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kasus ini mencuat setelah terjadi kemelut dalam penuntasan kasus pembobolan bank Jateng cabang Semarang yang menyeret nama Yanuelva Etliana, direktur CV Enhat. Eva diketahui "memainkan" SPP dan SPMK terbitan Otda Kota untuk memperoleh kredit di Bank Jateng pada tahun 2011 dengan pengajuan 74 berkas. Kasus ini sendiri menurut laporan audit BPKP merugikan keuangan negara sebesar hampir 14 miliar. (Zar/LSP)
by: red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar