SEMARANG - Pakar hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang,
Prof Nyoman Serikat Putra Jaya menilai keberadaan justice collabolator tidak bisa digunakan untuk menghapus delik pidana seseorang. Justice collabolator hanya digunakan untuk meringankan hukuman.
Penilaian tersebut disampaikan Prof Nyoman Serikat, Minggu (31/1). Posisi justice collabolator menurutnya, tidak bertentangan dengan sistem hukum Indonesia.
Meski begitu, jika memang seseorang ingin mengungkap siapa saja yang terlibat dalam suatu kasus, bekerjasama dengan penyidik serta membantu aparat dalam pengungkapan suatu kasus, seorang justice collabolator hanya bisa dikurangi masa tahanannya, tidak menghapus pemidanaan. "Posisi justice collabolator hanya bisa mengurangi masa tahanan, tidak untuk menghapuskan pemidanaan," kata Prof Nyoman.
Lebih lanjut, dalam kasus suap hakim, terdakwa Heru Kisbandono maupun
penasehat hukum terdakwa, Fajar mengungkapkan jika terdakwa sudah
layak dijadikan justice collabolator.
Namun, oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang
yang bersangkutan tidak dianggap sebagai justice collabolator. Majelis hakim sebagaimana dalam putusannya (18/3) mempertimbangkan jika tujuan
pemidanaan bukan sebagai pembalasan, melainkan sebagai efek jera.
Prof Nyoman menambahkan, jika keberadaan seorang dalam mengungkap
suatu kasus itu semestinya berada di luar kasus yang menderanya. Jika pun yang terlibat suatu kasus kemudian dinyatakan collabolator tidak bisa menghapuskan pemidanaan. "Kebetulan saja, ciri-ciri justice collabolator ada pada dia. Tapi, pada pokoknya, justice collabolator tidak bisa menghapus pidana seseoraang, hanya bisa dikurangi,"
tegasnya lagi.
Dalam berita sebelumnya, Heru Kisbandono menyatakan banding atas putusan enam tahun. Dalam banding, dirinya meminta pengurangan vonis hukuman, karena posisi terdakwa layak sebagai justice collabolator,
dan tidak layak dihukum berat.
"Klien kami itukan membuka siapa-siapa yang melakukan penyuapan, ia sudah berhak dinyatakan sebagai justice collabolator, tapi dalam putusan kemarin beliau belum masuk," tandas Fajar.
Fajar menilai hukuman yang tepat bagi Heru Kisbandono adalah dua sampai tiga tahun. "Ya, menurut hemat kami hukumannya antara dua tahun hingga tiga tahunlah. Itu yang paling pas," timpal Fajar.
Dalam berita sebelumnya, Heru Kisbandono diputus bersalah oleh majelis
hakim Pengadilan Tipikor Semarang (18/3). Terdakwa Heru terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan melanggar pasal 12 huruf C UU 1999 junto UU 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Akibat melanggar pasal tersebut, ia dijatuhi hukuman enam tahun dan denda 200 juta subdiser empat bulan penjara.
Kasus ini mencuat ketika Heru ketahuan berusaha menyuap majelis hakim yang tengah menyidangkan kasus ketua DPRD non aktif, M Yaeni. Heru pun dalam persidangan mengaku salah dan meminta keputusan yang seadil-adilnya. (Zar/LSP)
by: red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar