Gugatan SP3 Sukawi Dimentahkan
KPK Didesak Turun Tangan
SEMARANG- Dimentahkannya gugatan praperadilan atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Mantan Wali Kota Semarang, Sukawi Sutarip oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang, membuat sejumlah pegiat Antikorupsi Jawa Tengah ngotot meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.
Mereka menilai kasus dugaan korupsi APBD Kota Semarang tahun 2004 melalui pos dana mobilitas dan komunikasi senilai Rp 5 miliar yang melibatkan Mantan Wali Kota Sukawi Sutarip harus diambil alih secepatnya. “Gugatan preperadilan tidak diterima, kami akan bawa ke KPK,” tandas Koordinator KP2KKN Jawa Tengah, Windy Setyawan Putra di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Jumat (11/5), kemarin.
Dikatakan Windy, SP3 Sukawi yang dikeluarkan pada 2010 lalu oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Salman Maryadi tersebut ditemukan banyak kejanggalan. "Waktu itu, kasus sukawi hanya dianggap kesalahan administrasi. Padahal di persidangan fakta hukum ada aliran dana ke rekening pribadi Sukawi," ungkap Windi.
Kejati saat itu juga menjelaskan bahwa dana bantuan mobilitas dewan tersebut dinyatakan telah dikembalikan seluruhnya ke Kasda Semarang. “Sedangkan bantuan komunikasi hanya dianggap kesalahan administrasi. Tak lama kemudian, penyidikan kasus ini ditutup begitu saja. Ini kan aneh,” tambahnya.
Sukawi Sutarip sendiri telah ditetapkan tersangka sejak tahun 2008. Dia diduga melahap dana bantuan mobilitas anggota DPRD Kota Semarang senilai Rp 1,8 miliar. Selain itu dia juga menyedot dana bantuan komunikasi kepada masyarakat Rp 2,19 miliar untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan kerugian negara sebesar Rp 1,8 miliar. ''Jadi mana bisa kasus ini dihentikan? Itulah sebab mengapa kami mendesak KPK mengambil alih kasus tersebut,'' imbuh Windy.
Majelis hakim yang dipimpin tunggal Ifa Sudewi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang menilai bahwa pegiat antikorupsi tersebut tidak mempunyai kewenangan mengajukan permohonan praperadilan. “Berdasarkan ketentuan Pasal 80 KUHAP, yang berhak mengajukan praperadilan adalah penyidik terhadap SP3, penuntut umum terhadap Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atau tersangka atas sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan. Atau pihak ketiga yang menjadi korban langsung atas kasus tersebut,'' kata ketua majelis hakim.
Hal tersebut berlawanan dengan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 4/PK/2007 yang menyebutkan, yang berhak mengajukan gugatan praperadilan SP3 adalah masyarakat yang ingin menegakkan hukum dan keadilan.
Sebagaimana sejumlah LSM dari KP2KKN Jawa Tengah, LBH Jawa Tengah, dan beberapa LSM lainnya, mendasarkan gugatannya pada Keputusan Mahkamah Agung RI tersebut.
Menanggapi hal itu, Ifa mengatakan keputusan tersebut belum menjadi yurisprudensi yang bisa diikuti hakim lainnya. Meski pun itu berasal dari lembaga peradilan tertinggi. Di Indonesia, menurut Ifa Sudewi, para hakim tidak harus taat pada hakim di peradilan yang lebih tinggi.''Keputusan itu belum dipetik hakim-hakim lain sehingga perlu dikesampingkan,'' tukasnya.
Atas pertimbangan tersebut, artinya eksepsi yang diajukan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dinyatakan diterima. Menurut hakim, eksepsi termohon beralasan dan patut dikabulkan. Dalam amar putusannya, hakim juga tidak bisa menerima dasar pemohon yang mengatasnamakan dirinya sebagai legal standing.
Ifa memandang, dalam ranah hukum pidana tidak mengenal istilah legal standing. Istilah tersebut dikenal dalam ranah hukum perdata. Istilah itu, lanjut Ifa, biasa digunakan dalam perkara meminta ganti rugi, misal kasus lingkungan hidup atau perlindungan konsumen.
''Maka dari itu, atas dikabulkannya eksepsi termohon, maka hakim memandang pokok perkara tersebut tidak perlu diperhatikan lagi,'' tandas Ifa Sudewi. KP2KKN pun tetap mempertahankan pendapatnya dan menyatakan akan mendesak KPK. (abm)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar